adf.ly

Tampilkan postingan dengan label EPIDEMIOLOGI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label EPIDEMIOLOGI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Mei 2011

EPIDEMIOLOGI DIAGNOSIS SAKIT

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa sesuatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Perkins mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivtas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan social

Menurut R. Susan sakit adalah tidak adanya keserasian antara lingkungan dan individu.

Menurut Oxford English Dictionary mengartikan sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/

Konsep Sehat

  • Sehat dan sakit →merupakan suatu rangkaian proses yang berjalan terus menerus dalam kehidupan masyarakat
  • Sehat → sakit → sehat → sakit
  • Sakit awalnya single-cause → multiple-cause
  • Seseorang dikatakan sehat jika memenuhi syarat sehat WHO atau UUK atau tidak mempunyai masalah kesehatan (6D menurut Fletcher)

Konsep Sakit

  • Untuk menjadi sakit → seseorang harus terpapar dengan kausa (agent) dan rentan terhadap keterpaparan agent tsb
  • Untuk mencegah sakit:
  • Menghindari terpapar agent → disinfektan; cuci tangan; pakai masker; pakai sarung tangan
  • Menurunkan kerentanan →meningkatkan daya tahan →makan bergizi, istirahat cukup, Olah Raga teratur, PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)

 

A. Diagnosis

Diagnosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh sesorang

Untuk menentukan adanya penyakit dapat dilakukan diagnosis  dengan cara :

1. Anamnesis 

2. Tanda 

3. Tes 

  • Anamnesis  berkaitan dengan keluhan berupa gejala (simpton) yang dirasakan oleh pasien 
  • Informasi diperoleh berdasarkan hasil observasi subjektif pesian terhadap dirinya 
  • Tanda (sign) berupa hasil pengamatan dokter atau pemeriksaan yang merupakan suatu observasi objektif yang dilakukan terhadap pasien 
  • Tes (pemeriksaan) berupa pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat laboratorium atau tehnik lainnya seperti Ro,EC6
  • Untuk menegakkan diagnosis atau penyakit, ketiga prosedur lengkap untuk mencapai suatu diagnosis pasti 

Anamnesis

Anamnesis adalah upaya untuk mencari keluhan yang berupa gejala (simptom) yang dirasakan pasien

Berdasarkan apa yang dirasakan pasien (hasil observasi objektif pasien)

Contoh: sakit kepala, mual, sakit perut, linu-linu

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah upaya untuk mencari Tanda (sign) yaitu hasil pengamatan obyektif dokter/tenaga kesehatan terhadap keluhan pasien

Berdasarkan apa yang ditemukan tenaga kesehatan dalam pemeriksaan

Contoh: panas, edem, memar, kembung

Test Pemeriksaan

Test pemeriksaan adalah upaya untuk membantu menegakan diagnosis dengan Pemeriksaan laboratorium atau alat lain (USG, EKG, Rontgen)

Contoh: pemeriksaan darah lengkap, widal, foto dada, USG abdomen

Tidak mudah untuk harus melakukan ketiganya  menegakan diagnosis karena :

1. Memerlukan waktu 

2. Faktor biaya yang mahal 

3. Adanya penyakit yang tidak harus memerlukan ketiga prodesur 

4. Adanya subjektifitas dan kelemahan dari masing-masing cara

Untuk sesuatu  kegiatan atau penelitian Epidemiologi, melakukan ketiganya sangat sulit dan hamper jarang dilakukan 

Penelitian Epidemiologi umumnya merupakan penelitian observasional berdasarkan anamnesis/wawancara dengan penderita/masyarkat 

Sebagai perbandingan bagaimana melakukan diagnosis pada pasien perorangan dibandingkan kesakitan pada 100 muniti, dapat dibuat sebagai berikut :
 

Perorangan

Komuniti

Anamnesis

Interview

Sign (Tanda)

Observasi lapangan

Uji/Test

Intervensi/eksperimen

B.  Definisi Kasus 

  • Kasus adalah mereka yang menderita suatu penyakit atau masalah 
  • Upaya diagnosis adalah upaya mendefisinikan kasus menentukan jenis penyakit 
  • Untuk kasus, penentuan diagnosis berarti langkah untuk mengetahui Etiologi penyakit untuk selanjutnya dipakai guna mengarahkan pengobatan 
  • Untuk Epidemiologis, definisi kasus berarti perumusan masalah untuk dijadikan mencari penyebab dalam upaya untuk mendapatkan strategi pencegahan 
  • Untuk sebuah penelitian Epidemiologi klinik mendefinisikan kasus adalah suatu keharusan, karena kasus adalah salah salah satu variable penting penelitian 

Pendefinisian kasus dimaksud untuk :

1. Mengetahui keluaran (outcore) dari penelitian 

2. Untuk membandingkan batasan kasus yang digunakan dengan batasan kasus dalam penelitian-penelitian sebelumnya.

Untuk mendefinisikan kasus diperlukan kriteria diagnosis hasil suatu kriteria objektif:

a. Pemisahan sakit dari sehat 

b. Status munkin (possible), barangkali (probable), dan jelas (definitive) sakit 

c. Status sakit ringan, sedang dan berat 

d. Katagori tingkat penyakit : Tingkat I, II, III dan dst 

Sebagai contoh dalam diagnosis malaria :

  • Jika ada fever, sakit kepala dan pegel disebut Possible malaria 
  • Jika ada respon terhadap pemberian terapi anti malaria disebut Probable Malaria
  • Jika hasil pemeriksaan Blood Slide Positif, disebut Definitive malaria

Contoh Kasus TB

  • Diagnosis Possible jika ada keluhan batuk berdahak > 2 minggu
  • Diagnosis Probable jika ada respon dengan pengobatan anti TB atau gejala batuk berdahak warna kuning kehijauan dan batuk darah (hematemisis)
  • Diagnosis Definitif jika ditemukan BTA dalam sputum

 

C.   Status Kesehatan 

Ada beberapa konsep model yang diajukan tentang status kesehatan dan terjadinya

penyakit, antara lain 

1.   The Traditional (Ecological) model

  • Status kesehatan menurut model ekologi adalah hasil interaksi antara Host, Agent & Environment
  • Status kesehatan Sehat, jika hasil interaksi ketiga faktor dalam keadaan seimbang
  • Status kesehatan Sakit jika hasil interaksi negatif atau ada gangguan

Gangguan Keseimbangan

  • Kemampauan agent meningkat misal virulensi bertambah atau resistensi bertambah
  • Kepekaan Host meningkat misal gizi turun, kecapekan, kekebalan tubuh menurun
  • Pergeseran lingkungan yang meningkatkan kemampuan agent misal lingkungan kotor, hujan
  • Perubahan lingkungan yang meningkatkan kepekaan Host misal kepadatan penduduk, hujan, kemarau

2.   The Health Field Concept (H.L Laframboise)

Status Kesehatan Sehat menurut Model Laframboise jika semua faktor mendukung

Status Kesehatan Sakit, jika ada salah satu atau lebih faktor tidak mendukung

3.  The Environment of Health (Hendrik L. Blum 1974)

(The Force Dield and Vell-Being Paradigsis of Health)

Status Kesehatan Sehat menurut Blum, jika semua faktor mendukung

  • Status Kesehatan Sakit, jika satu atau lebih faktor tidak mendukung
  • Bedanya dengan konsep Lamframboise adalah pada model Blum telah ditentukan faktor prioritas terhadap faktornya

Gaya Hidup

Pada model Ekologi diajukan konsep keberadaan status kesehatan yang ditentukan oleh hasil interaksi antara tuan rumah (Host) Agent dan lingkungan (Environment)

Hasil interaksi positif ketiga faktor in akan menghasilkan keadaan seimbang

Keadaan seimbang ini memberikan keadaan normal atau sehat

Jika terjadi gangguan atau interaksi negative dimana salah satu diantara merugi atau menurun kemampuannya maka terjadilah keadaan sakit  

Ada 4 kemungkinan gangguan keseimbangan, yaitu :

  1. Peningkatan kesanggupan Agent penyaki, misalnya : kuman bertambah atau resistensi meningkat 
  2. Peningkatan kepekaan Host terhadap penyakit, misalnya : gizi menurut 
  3. Pergeseran lingkungan yang memungkinkan penyebaran penyakit, misalnya lingkungan kotor
  4. Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan Host, misalnya : kepadatan penduduk di daerah kumuh 

Pada model Ekologi (Equilibrium Model) ini tidak jelas bagian mana dari faktor-faktor penting yang berperan : 

  1. Lngkungan 
  2. Gaya Hidup
  3. Biologis 
  4. Sistem Pelayanan Kesehatan 

Karena itu mesalnya jika pelayanan kesehatan kurang memadai, maka status kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan status kesehatan masyarkat dengan pelayanan kesehatan yang memadai 

Konsep ini kemudian di perjelas dengan The Environment of Health yang diajukan oleh H.L Blum

Ada 4 faktor yang berperan, seperti halnya konsep kedua, tetapi lebih diperjelas besarnya peranan masing-masing faktor 

Secara berurut, makin besar, keempat faktor itu adalah :

1. Faktor Heriditas 

2. Faktor Pelayanan Kesehatan 

3. Gaya Hidup

4. Faktor Lingkungan (yang berperan terbesar)

Konsep Blum inilah yang banyak dipakai dewasa ini bahkan sangat sangat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dimana kegiatan perbaiakan lingkungan menjadi prioritas utama pembangunan bidang kesehatan

Hanya saja VI terjadi sedikit pergeseran dengan isu SDM (Sumber Daya Manusia) sehingga faktor gizi banyak yang berhubungan dengan kualitas kesehatan dan peranan gaya hidup masyarakat dengan bertambahnya penyakit tudak menular mulai mendapat perhatian.

 

Referensi

  1. Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  2. Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  3. Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  4. Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  5. Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
  6. Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/

Jumat, 08 April 2011

dasar-dasar epidemiologi analitik

 

Kegiatan epidemiologi mencapai tahapan mencari jawaban dari pertanyaan why (mengapa masalah itu terjadi) dan how (bagaimana frekuensi dan distribusinya), disamping mendiskripsikannya.. Kegiatannya berupa penelitian epidemiologis untuk mempelajari faktor determinan apa saja yang terkait atau mempengaruhi kejadian penyakit. Data hasil pengamatan diuji dengan bantuan perhitungan statistik untuk menentukan faktor apa yang signifikan. Pada tataran analitik ini dibutuhkan ilmu penelitian dan statistik yang mendalam.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Pendekatan atau studi ini dipergunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi dari data dan informasi-informasi yang diperoleh studi epidemiologi deskriptif.

Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:

1. Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.

2. Memprediksikan kejadian penyakit

3. Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.

Berdasarkan peran epidemiologi analalitik dibagi 2 :

1. Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross sectional) dan studi Kohor.

2. Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).

Studi tentang epidemiologi ini :

1. Studi Riwayat Kasus (Case History Studies)

Dalam studi ini akan dibandingkan antara 2 kelompok orang, yakni kelompok yang terkena penyebab penyakit dengan kelompok orang yang tidak terkena (kelompok kontrol).

Contoh : Ada hipotesis yang menyatakan bahwa penyebab utama kanker paru-paru adalah rokok. Untuk menguji hipotesis ini diambil sekelompok orang penderita kanker paru-paru. Kepada penderita ini ditanyakan tentang kebiasaan merokok.

Dari jawaban pertanyaan tersebut akan terdapat 2 kelompok, yakni penderita yang mempunyai kebiasaan merokok dan penderita yang tidak merokok. Kemudian kedua kelompok ini diuji dengan uji statistik, apakah ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.

2. Studi Kohort (Kohort Studies)

Dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab penyakit (agent). Kemudian diambil sekelompok orang lagi yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan kelompok pertama tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit. Kelompok kedua ini disebut kelompok kontrol. Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua kelompok tersebut dibandingkan, dicari perbedaan antara kedua kelompok tersebut, bermakna atau tidak.

Contoh : Untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor utama penyebab kanker paru-paru, diambil 2 kelompok orang, kelompok satu terdiri dari orang-orang yang tidak merokok kemudian diperiksa apakah ada perbedaan pengidap kanker paru-paru antara kelompok perokok dan kelompok non perokok.

3. Epidemiologi Eksperimen

Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen (percobaan) kepada kelompok subjek kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dikenakan percobaan).

Contoh : untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil suatu kelompok anak kemudian diberikan vaksin tersebut. Sementara itu diambil sekelompok anak pula sebagai kontrol yang hanya diberikan placebo. Setelah beberapa tahun kemudian dilihat kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut, kemudian dibandingkan antara kelompok percobaan dan kelompok kontrol.

Referensi:

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

Budiarto, Eko.2002. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kamis, 07 April 2011

MAKALAH PENEMUAN PENYAKIT SECARA SCREENING

 

Screening

  • Penyaringan atau screening adalah upaya mendeteksi/ mencari penderita dengan penyakit tertentu dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan berdasarkan gejala yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sehat dan yang kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

PENEMUAN PENYAKIT DENGAN ‘SCREENING’

· Screening: Penemuan penyakit secara aktif pada orang-orang yang tampak sehat dan tidak menunjukkan adanya gejala.

· Uji screening tidak dimaksudkan sebagai diagnostik, akan tetapi seringkali digunakan sebagai tes diagnosis.

· Diagnosis menyangkut konfirmasi mengenai ada atau tidaknya suatu penyakit pada individu yang dicurigai atau menderita suatu penyakit tertentu. Orang-orang dengan tanda positif atau dicurigai menderita penyakit seharusnya diberi perawatan/ pengobatan setelah diagnosa dipastikan hasilnya.

KRITERIA MENILAI, SUATU ALAT UKUR

Suatu alat (test) scereening yang baik adalah yang mempunyai tingkat validitas dan reabilitas yang tinggi yaitu mendekati 100%. Validitas merupakan petunjuk tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat mengukur secara benar dan tepat apa yang akan diukur. Sedangkan reliabilitas menggambarkan tentang keterandalan atau konsistensi suatu alat ukur


Tujuan Screening

  • Mengetahui diagnosis sedini mungkin agar cepat terapi nya
  • Mencegah meluasnya penyakit
  • Mendidik masyarakat melakukan general check up
  • Memberi gambaran kepada tenaga kesehatan tentang suatu penyakit (waspada mulai dini)
  • Memperoleh data epidemiologis, untuk peneliti dan klinisi


Bentuk Pelaksanaan Screening

  • Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
  • Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu, contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang sudah menikah
  • Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
  • Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas


Kriteria Program Penyaringan

  • Penyakit yang dipilih merupakan masalah kesehatan prioritas
  • Tersedia obat potensial untuk terapi nya
  • Tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis dan terapinya nya
  • Penyakit lama dan dapat dideteksi dengan test khusus
  • Screeningnya memenuhi syarat sensitivitas dan spesivisitas
  • Teknik dan cara screening harus dapat diterima oleh masyarakat
  • Sifat perjalanan penyakit dapat diketahui dengan pasti
  • Ada SOP tentang penyakit tersebut
  • Biaya screening harus seimbang (lebih rendah) dengan resiko biaya bila tanpa screening
  • Penemuan kasus terus menerus


Contoh Screening

  • Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
  • Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
  • Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
  • Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
  • Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
  • Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner


Apa Itu Validitas

  • Validitas adalah kemampuan dari test penyaringan untuk memisahkan mereka yang benar sakit terhadap yang sehat
  • Besarnya kemungkinan untuk mendapatkan setiap individu dalam keadaan yang sebenarnya (sehat atau sakit)
  • Validitas berguna karena biaya screening lebih murah daripada test diagnostik


Komponen Validitas

  • Sensitivitas adalah kemampuan dari test secara benar menempatkan mereka yang positif betul-betul sakit
  • Spesivicitas adalah kemampuan dari test secara benar menempatkan mereka yang negatif betul-betul tidak sakit


Hasil Screening

clip_image001

Rumus
Sensitivitas: TP / (TP + FN)

Spesivisitas: TN / (TN + FP)

CONTOH ‘SCREENING’ BESERTA ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Mammografi dan Termografi; Untuk mendeteksi ca mammae.

Kadangkala dokter-dokter juga menganjurkan penggunaan dari screening magnetic resonance imaging (MRI) pada wanita-wanita lebih muda dengan jaringan payudara yang padat.

2. Pap smear; Pap smear merupakan kepanjangan dari Papanicolau test.

Tes ini ditemukan oleh Georgios Papanikolaou. Tes ini merupakan tes yang digunakan untuk melakukan skrening terhadap adanya proses keganasan (kanker) pada daerah leher rahim (servik). Peralatan yang digunakan yaitu; spatula/sikat halus, spekulum, kaca benda, dan mikroskop. Mengapa perlu skrening? Kanker leher rahim merupakan kanker yang paling sering dijumpai pada wanita setelah kanker payudara. Kanker ini termasuk penyebab kematian terbanyak akibat kanker.

Secara internasional setiap tahun terdiagnosa 500.000 kasus baru. Seperti halnya kanker yang lain, deteksi dini merupakan kunci keberhasilan terapi, semakin awal diketahui, dalam artian masih dalam stadium yang tidak begitu tinggi atau bahkan baru pada tahap displasia atau prekanker, maka penanganan dan kemungkinan sembuhnya jauh lebih besar. Meskipun sekarang ini sensitivitas dari pap smear ini ramai diperdebatkan dalam skrening kanker leher rahim, Pap smear ini merupakan pemeriksaan non invasif yang cukup spesifik dan sensitif untuk mendeteksi adanya perubahan pada sel-sel di leher rahim sejak dini, apalagi bila dilakukan secara teratur.

Cervicography dan tes HPV DNA diusulkan sebagai metode alternatif bagi skrening kanker leher rahim ini, karena kombinasi antara pap smear dan cervicography atau tes HPV DNA memberikan sensitivitas yang lebih tinggi dibanding pap smear saja. Siapa saja yang perlu melakukan pap smear? Pada umumnya seorang wanita disarankan untuk melakukan pap smear untuk pertama kali kira-kira 3 tahun setelah melakukan hubungan seksual yang pertama kali. American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) merekomendasikan pap smear dilakukan setiap tahun bagi wanita yang berumur 21-29 tahun, dan setiap 2-3 tahun sekali bagi wanita yang berumur lebih dari 30 tahun dengan catatan hasil pap testnya negatif 3 kali berturut-turut.

Namun apabila seorang wanita mempunyai faktor resiko terkena kanker leher rahim (misalnya : hasil pap smear menunjukkan prekanker,terkena infeksi HIV, atau pada saat hamil ibu mengkonsumsi diethylstilbestrol (DES) maka pap smear dilakukan setiap tahun tanpa memandang umur. Batasan seorang wanita untuk berhenti melakukan pap smear menurut American Cancer Society (ACS) adalah apabila sudah berumur 70 tahun dan hasil pap smear negatif 3 kali berturut-turut selama 10 tahun.

3. Sphygmomanometer dan Stetoscope; Untuk mendeteksi hipertensi. Risiko hipertensi (tekanan darah tinggi) meningkat seiring bertambahnya usia, berat badan dan gaya hidup. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan komplikasi yang cukup parah tanpa ada gejala sebelumnya. Tekanan darah tinggi juga dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Tekanan darah normal adalah kurang dari 120/80. Tekanan darah cukup tinggi adalah 140/90 atau lebih. Dan tekanan darah di antara kedua nilai tersebut disebut prehipertensi. Seberapa sering tekanan darah harus diperiksa tergantung pada seberapa tinggi nilainya dan apa faktor-faktor risiko lainnya yang dimiliki.

4. Photometer; Merupakan alat untuk memeriksa kadar gula darah melalui tes darah. Mula-mula darah diambil menggunakan alat khusus yang ditusukkan ke jari. Darah yang menetes keluar diletakkan pada suatu strip khusus. Strip tersebut mengandung zat kimia tertentu yang dapat bereaksi dengan zat gula yang terdapat dalam darah. Setelah beberapa lama, strip tersebut akan mengering dan menunjukkan warna tertentu. Warna yang dihasilkan dibandingkan dengan deret (skala) warna yang dapat menunjukkan kadar glukosa dalam darah tersebut. Tes ini dilakukan sesudah puasa (minimal selama 10 jam) dan 2 jam sesudah makan.

5. Plano Test; Untuk mendeteksi kehamilan (memeriksa kadar HCG dalam darah)

6. EKG (Elektrokardiogram); Untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner.

7. Pita Ukur LILA; Untuk mendeteksi apakah seorang ibu hamil menderita kekurangan gizi atau tidak dan apakah nantinya akan melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) atau tidak.

8. X-ray, pemeriksaan sputum BTA; Untuk mendeteksi penyakit TBC

9. Pemeriksaan fisik Head to Toe; Untuk mendeteksi adanya keadaan abnormal pada ibu hamil.

10. Rectal toucher; Yang dilakukan oleh dokter untuk mendeteksi adanya ‘cancer prostat’. Tes skrining mampu mendeteksi kanker ini sebelum gejala-gejalanya semakin berkembang, sehingga pengobatan/treatmennya menjadi lebih efektif. Pria dengan resiko tinggi terhadap kanker prostat adalah pria usia 40 tahunan.

11. Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST – II; PDDST-II adalah salah satu alat skrening yang telah dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997.

Perangkat ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi gangguan perliaku di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrening Autis.

Skrening dilakukan pada umur 12-18 bulan : Apakah bayi anda sering terlihat bosan atau tidak berminat terhadap pembicaraan atau suatu aktivitas di sekitarnya? Apakah anak anda sering mengerjakan suatu pekerjaan atau bermain dengan suatu benda, yang dilakukannya berulang-ulang dalam waktu yang lama, sehingga anda merasa heran mengapa anak seumurnya dapat berkonsentrasi sangat baik? Apakah anda memperhatikan bahwa anak anda dapat sangat awas terhadap suara tertentu misalnya iklan di TV, tetapi seperti tidak mendengar suara lain yang sama kerasnya, bahkan tidak menoleh bila dipanggil? Apakah anda merasa bahwa perkembangan anak (selain perkembangan kemampuan berbicara) agak lambat (misalnya terlambat berjalan)? Apakah anak anda hanya bermain dengan satu atau dua mainan yang disukainya saja hampir sepanjang waktunya, atau tidak berminat terhadap mainan? Apakah anak anda sangat menyukai maraba suatu benda secara aneh, misalnya meraba-raba berbagai tekstur seperti karpet atau sutera? Apakah ada seseorang yang menyatakan kekuatiran bahwa anak anda mungkin mengalami gangguan pendengaran? Apakah anak anda senang memperhatikan dan bermain dengan jari-jarinya? Apakah anak anda belum dapat atau tidak dapat menyatakan keinginannya, baik dengan menggunakan kata-kata atau dengan menunjuk menggunakan jarinya?

Skrening pada umur 18-24 bulan : Apakah anak anda tampaknya tidak berminat untuk belajar bicara? Apakah anak anda seperti tidak mempunyai rasa takut terhadap benda atau binatang yang berbahaya? Bila anda mencoba menarik perhatiannya, apakah kadang-kadang anda merasa bahwa ia menghindari menatap mata anda? Apakah anak anda suka digelitik dan berlari bersama, tetapi tidak menyukai bermain "ciluk-ba" Apakah ia pernah mengalami saat-saat ia menjadi kurang berminat terhadap mainan? Apakah ia menghindari atau tidak menyukai boneka atau mainan berbulu? Apakah ia tidak suka bermain dengan boneka atau mainan berbulu? Apakah ia terpesona pada sesuatu yang bergerak, misalnya membuka-buka halaman buku, menuang pasir, memutar roda mobil-mobilan atau memperhatikan gerakan air? Apakah anda merasa bahwa kadang-kadang anak anda tidak peduli apakah anda berada atau tidak ada di sekitarnya? Apakah kadang-kadang suasana hatinya berubah tiba-tiba tanpa alasan yang jelas? Apakah ia mengalami kesulitan untuk bermain dengan mainan baru, walaupun setelah terbiasa ia dapat bermain dengan mainan tersebut? Apakah ia pernah berhenti menggunakan mimik yang sudah pernah dikuasainya, seperti melambaikan tangan untuk menyatakan da-dah, mencium pipi, atau menggoyangkan kepala untuk menyatakan tidak? Apakah anak anda sering melambaikan tangan ke atas dan ke bawah di samping atau di depan tubuhnya seperti melambai-lambai bila merasa senang? Apakah anak anda menangis bila anda pergi, tetapi seperti tidak peduli saat anda datang kembali? Penafsiran : Bila ada 3 atau lebih jawaban "Ya" untuk nomor ganjil di antara semua pertanyaan tersebut, anak harus diperiksa lebih lanjut untuk menentukan apakah ia mengalami autisme. Bila ada 3 atau lebih jawaban "Ya" untuk nomor genap di antara semua pertanyaan tersebut, anak harus diperiksa apakah ia mengalami gangguan perkembangan selain autisme.

12. CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di atas usia 18 bulan); Terdapat beberapa perangkat diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak usia 18 bulan sering dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers). CHAT dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan lebih dari 16.000 balita. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention.

BAGIAN A. Alo - anamnesis (keterangan yang ditanyakan dokter dan diberikan oleh orang tua atau orang lain yang biasa mengasuhnya) Senang diayun-ayun atau diguncang guncang naik-turun (bounced) di lutut ? Tertarik (memperhatilan) anak lain ? Suka memanjat benda-benda, seperti mamanjat tangga ? Bisa bermain cilukba, petak umpet? Pernah bermain seolah-olah membuat secangkir teh menggunakan mainan berbentuk cangkir dan teko, atau permainan lain ? Pernah menunjuk atau menerima sesuatu dengan menunjukkan jari ? Pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana ? Dapat bermain dengan mainan yang kecil (mobil mainan atau balok-balok) ? Pernah memberikan suatu benda untuk menunjukkan sesuatu ?

BAGIAN B. Pengamatan Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata dengan) pemeriksa ? Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksaan sambil mengatakan : "Lihat, itu. Ada bola (atau mainan lain)" Perhatikan mata anak, apakah anak melihat ke benda yang ditunjuk. Bukan melihat tangan pemeriksa Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan gelas / cangkir dan teko. Katakan pada anak anda : "Apakah kamu bisa membuatkan secangkir susu untuk mama ?" Diharapkan anak seolah-olah membuat minuman, mengaduk, menuang, meminum. Atau anak mampu bermain seolah-olah menghidangkan makanan, minuman, bercocok tanam, menyapu, mengepel dll. Tanyakan pada anak : " Coba tunjukkan mana 'anu' (nama benda yang dikenal anak dan ada disekitar kita). Apakah anak menunjukkan dengan jarinya ? Atau sambil menatap wajah anda ketika menunjuk ke suatu benda ? Dapatkah anak anda menyusun kubus / balok menjadi suatu menara ? Interpretasi : Risiko tinggi menderita autis : bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3, dan B4. Risiko kecil menderita autis : tidak bisa melakukan A7 dan B4. Kemungkinan gangguan perkembangan lain : tidak bisa melakukan >3. Dalam batas normal : tidak bisa melakukan <3.

13. Audio Gram dan Typanogram; Untuk mendeteksi adanya kelainan atau gangguan pendengaran

14. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer Assited Axial Tomography); Sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak, karena dapat melihat struktur otak secara lebih detail.

15. Optalmoskop dan Tonometer; Pemeriksaan syaraf optik dengan alat optalmoskop, pemeriksaan tekanan mata dengan tonometer, jika perlu pemeriksaan lapang pandangan. Penyakit mata ini akan merusak saraf optik dan dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan timbul bahkan sebelum orang tersebut menyadari gejala-gejalanya. Tes skrining glukoma mencari tekanan tinggi abnormal di dalam mata, untuk mencegahnya sebelum terjadi kerusakan pada saraf optik Tes skrining glukoma berdasarkan umur dan faktor resiko lainnya dilakukan setiap 2-4 tahun untuk umur kurang dari 40 tahun, untuk usia 40-45 tahun dilakukan skrining tiap 1-3 tahun, usia 55-64 tahun skrining tiap 1-2 tahun, dan untuk usia 65 tahun ke atas setiap 6-12 bulan.

16. Penapisan (skrining) premarital; Amat penting dilakukan guna mengetahui “status” kesehatan yang sebenarnya dari pasangan yang akan menikah. Tujuan dilakukannya pemeriksaan premarital untuk mendeteksi dan mengobati jika ada penyakit yang belum terdeteksi sebelumnya, mencegah penularan penyakit yang dapat mempengaruhi seperti siflis, rubella, kelainan hemoglobin, hepatitis B dan HIV/AIDS.

Skrining mendeteksi dan mencegah timbulnya penyakit yang diturunkan (genetik) seperti penyakit thalassemia, sickle cell anemia (anemia set sabit), dan penyakit Tay-Sachs. Kelainan fertilitas juga dapat diketahui. Di beberapa negara seperti Spanyol, Portugal, Italia, Taiwan, Turki, Mesir dan Brazil telah menerapkan pemeriksaan kesehatan premarital secara rutin untuk membantu identifikasi dan mencegah pernikahan yang berisiko.Pemeriksaan laboratorium premarital Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan sebelum menikah antara lain hematologi rutin, golongan darah dan rhesus, profil TORCH, hepatitis B, dan VDRL/RPR.

Mari kita membahas dua diantaranya, pemeriksaan hematologi (darah rutin) dan golongan darah ABO dan Rhesus. Hematologi (Pemeriksaan darah rutin) Salah satu manfaat pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya kelainan darah seperti anemia, leukemia dan thalassemia. Thalassemia dapat menyebabkan masalah fisik yang serius serta memerlukan biaya yang cukup besar. Sebagai pemeriksaan awat thalassemia dilihat nilai mean corpuscular volume (MCV) sel darah merah untuk mengidentifikasi apakah carrier atau bukan. Golongan darah ABO dan Rhesus. Golongan darah Rhesus (Rh) pertama kali ditemukan oteh Karl Landsteiner dan Alexander S.Weiner tahun 1937.

Berbeda dengan golongan darah sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor golongan darah ditentukan oteh antigen Rh (dikenal juga dengan antigen D). Jika hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki Rh negatif (Rh-), sebaliknya bita ditemukan antigen Rh, maka ia memiliki Rh positif (Rh+). Masalah perbedaan Rhesus terutama jika ibu berdarah Rh negatif, sedangkan suami berdarah Rh positif. Masalah ini biasanya terjadi pada perkawinan antar bangsa dan perbedaan rhesus akan menimbulkan masalah kesehatan terutama pada janin. Jika janin memiliki Rh (+) maka antigen tersebut akan masuk ke peredaran darah ibu melalui plasenta, yang menyebabkan tubuh ibu memproduksi antibodi (antirhesus). Melalui plasenta juga, antirhesus ini akan melakukan serangan balik ke dalam peredaran darah janin, sehingga merusak sel darah merah janin.

Pada kehamilan pertama, antirhesus mungkin hanya akan menyebabkan bayi lahir kuning (karena proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada kulit). Tetapi pada kehamilan kedua, masalah bisa menjadi fatal jika anak kedua juga memiliki rhesus positif. Saat itu kadar antirhesus ibu sedemikian tinggi, sehingga daya rusaknya terhadap sel darah merah bayi juga hebat, yang dapat menyebabkan janin mengalami keguguran atau mengalami pembengkakan (eritroblastosis fetalis) yang mengancam nyawa janin. Jika sebelum hamil ibu sudah mengetahui rhesus darahnya, masalah kelainan kehamilan ini bisa dihindari. Sesudah melahirkan anak pertama, dan selama kehamitan berikutnya, dokter akan memberikan obat khusus untuk menetralkan antirhesus darah ibu. Kasus rhesus ini jarang terjadi di daerah Asia Timur, Amerika Selatan dan Afrika, namun kerap terjadi pada populasi ras Caucasian (eropa).

Contoh Soal

clip_image003

Hitung berapa sensitivitas dan spesivisitas test diatas?

Latihan:

  1. Hasil pemeriksaan screening terhadap 5000 orang PSK dengan pemeriksaan HIV cara dipstik didapatkaan hasil sebagai berikut: 100 orang hasil test positif, diantaranya dikonfirmasi dengan Western Blot positif 20, untuk yang dipstik negatif positif 1. Hitung sensitivitas dan spesificitas alat tersebut
  1. Pemeriksaan Hb terhadap 1000 MHS D3 Kebidanan Stikes Sehat dengan cara Sahli didapatkan hasil yang anemia 400 MHS, konfirmasi dengan alat HB meter ternyata yang anemia 300 MHS, yang tidak anemia dengan cara Sahli didapatkan 30 MHS anemia. Hitung efektivitas dan spesifisitasnya

Apa Itu Reliabilitas

  • Reliabilitas adalah kemampuan suatu test memberikan hasil yang sama/ konsisten bila test diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran yang sama dan kondisi yang sama

Ada 2 faktor yg mempengaruhi;

  1. Variasi cara screening: stabilitas alat; fluktuasi keadaan (demam)
  2. Kesalahan/perbedaan pengamat: pengamat beda/ pengamat sama dengan hasil beda

Upaya Meningkatkan Reliabilitas

  • Pembakuan/standarisasi cara screening
  • Peningkatan ketrampilan pengamat
  • Pengamatan yg cermat pada setiap nilai pengamatan
  • Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap pengamatan
  • Memperbesar klasifikasi kategori yang ada, terutama bila kondisi penyakit juga bervariasi/ bertingkat

Bentuk mScreening

  • Screening Seri adalah screening yang dilakukan 2 kali penyaringan dan hasilnya dinyatakan positif jika hasil kedua penyaringan tersebut positif
  • Bentuk screening seri akan menghasilkan positive palsu rendah, negative palsu meningkat
  • Screenig paralel adalah screening yang dilakukan 2 kali penyaringan dan hasilnya dinyatakan positif jika hasil salah satu hasil penyaringan adalah positive
  • Bentuk screening paralel akan menghasilkan positive palsu meningkat; negative palsu lebih rendah

Predictive Value

  • Nilai Prediktif adalah besarnya kemungkinan sakit terhadap suatu hasil tes
  • Nilai prediktif positive adalah porsentase dari mereka dengan hasil tes positive yang benar benar sakit
  • Nilai prediktif negative adalah porsentase dari mereka dengan hasil tes negative yang benar benar tidak sakit

Rumus predictive Value:

PPV: TP / (TP + FP)

NPV: TN / (TN + FN)

Latihan:

  • Pemeriksaan terhadap 500 Napi untuk penyakit HIV/AIDS dengan cara ELISA didapat hasil 50 Napi positif diantaranya yang benar menderita HIV 5 Napi, dan diantara yang negative ada 1 Napi yang menderita HIV. Hitung PPV dan NPV
  • Pemeriksaan kehamilan dengan tes urine terhadap 100 Ibu didapatkan hasil 40 ibu positif, ternyata yang benar hamil 25, sedang yang hasil urine negatif terdapat 2 ibu yang benar hamil. Hitung PPV dan NPV

Derajat Screening (Yied)

  • Yied adalah kemungkinan menjaring mereka yang sakit tanpa gejala melalui screening, sehingga dapat ditegakan diagnosis pasti serta pengobatan dini

Faktor yg mempengaruhi:

  1. Derajat sensitivitas tes
  2. Prevalensi penyakit
  3. Frekuensi penyaringan
  4. Konsep sehat masyarakat sehari-hari

Referensi

  1. Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  2. Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  3. Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  4. Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  5. Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
  6. Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB
  7. Posted on 10:15 PM by Brian and filed under Medicine

http://brianngeblog.blogspot.com/2009/02/mengapa-perlu-pap-smear-deteksi-dini_8138.html

  1. DETEKSI DINI DAN SKRENING AUTIS 04/09/2006 Dr Widodo Judarwanto SpA http://puterakembara.org/archives10/00000055.shtml
  2. Submitted by Dr. Prima Progestian, SpOG on Thursday, 6 January 2011-03-11
  3. http://drprima.com/kandungan/pentingnya-melakukan-pemeriksaan-skrining-premarital.html
  4. http://temboktiar.blogspot.com/2011/03/peralatan-yang-digunakan-dalam-penemuan.html
  5. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/03/screening.html

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

MAKALAH PENYELIDIKAN WABAH/KLB

 

Pengertian

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka.

Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984).

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989).

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.

Kriteria KLB

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:

1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), seperti contoh berikut:

3. Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.

7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah dengue

· Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).

· Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih sebagai KLB.

· Keracunan makanan

· Keracunan pestisida

Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.

Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)

Herd immunity adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.

Daya tahan kelompok atau masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi. Kekebalan kelompok diakibatkan dari menurunnya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut kebal terhadap penyakit itu.

Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.

Wabah terjadi karena 2 keadaan :

• Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.

• Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.

Penanggulangan KLB

Untuk melaksanakn penanggulangan KLB dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya :

a. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB)

Upaya pencegahan dan penanggulangan KLB sejak awal atau sedini mungkin dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan, berupa : pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Melalui kegiatan pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.

b. Tim Gerak Cepat(TGC)

Terdiri dari sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epidemiologi. Kegiatan yang dilakukan sesegera mungkin melakukan tindakan penanganan terhadap kasus yang terjadi di dalam masyarakat,agar kasus tersebut tidak semakin meluasdan melakukan pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya, dengan melakukan tindakan : Pengamatan dan Pencarian penderita lain yang keluarga. Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.

Penyelidikan Wabah (epidemiologi)

Kegiatan penyelidikan wabah meliputi :

1. Menetapkan Terjangkitnya Keadaan Wabah

Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).

Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Pada penerapannya, pada sistem kesehatan perlu ddilakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit tersebut..

2. Melakukan Investigasi Wabah

Pada langkah investigasi yang pertama dilakukan penegakan dagnosa dari penyakit yang menjadi wabah tersebut dengan mendefinisikan kasus. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Penegakan diagnose yang utam dengan dilakukan pemeriksaan labolatorium. Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.

Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:

(1) kasus suspek (suspected case, syndromic case),

(2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan

(3) kasus pasti (confirmed case, definite case).

Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan mengurangi positif palsu.

Langkah selanjutnya dengan dilakukan penentuan apakah peristiwa tersebut suatu letusan wabah atau bukan. Hal ini dilihat berdasarkan penyebab terjadinya wabah. Pada investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara dan epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah.

Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:

(1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);

(2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan);

(3) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa;

(4) Faktor-faktor risiko;

(5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit);

(6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi).

Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi tersebut dugunakan untuk membandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB dan membandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya. Inti dari pertanyaan yang diajukan adalah mengenai waktu (kapan mulai sakit), tempat (dimana penderita mendapatkan infeksi), orang (siapa yang terkena, informasi yang diambil adalah gender, umur, imunisasi).

Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah, distribusi penderita.

Hipotesa digunakan untuk mengarahkan pada penelitian lebih lanjut.

Hipotesis yang diterima, dapat menerangkan pola penyakit :

(a) Sesuai dengan sifat penyebab penyakit,

(b)Sumber infeksi,

(c) Cara penularan,

(d)Faktor lain yang berperan.

3. Melaksanakan Penanganan Wabah

Setelah data mengenai investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan. Makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan cara penanggulangan yang paling efektif dan melakukan surveilence terhadap faktor lain yang berhubungan..

Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut:

(1) Mengeliminasi sumber patogen;

(2) Memblokade proses transmisi;

(3) Mengeliminasi erentanan.

Eliminasi sumber patogen mencakup:

(1) Eliminasi atau inaktivasi patogen;

(2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);

(3) Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya);

(4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya);

(5) Pengobatan kasus.

Blokade proses transmisi mencakup:

(1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator);

(2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet;

(3) Pertukaran udara/ dilusi;

(4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara;

(5) Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).

Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup:

(1) Vaksinasi;

(2) Pengobatan (profilaksis, presumtif);

(3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”);

(4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).

Hal terkhir dan merupakan hal terpenting dalam penanganan wabah adalah menentukan cara pencegahan di masa yang akan datang.

4. Menetapkan Berakhirnya Wabah

Penetapan berakhirnya wabah berdasarkan informasi tentang terjadinya wabah dari laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi. Jika kasus yang terjadi menurun maka dapat dikatakan bahwa penanganan wabah berhasil dan dapat segera dilakukan penetapan berkahirnya wabah.

5. Pelaporan Wabah

Pada akhir kegiatan dilakukan pelaporan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penyelidikan epidemiologi, dengan format yang terdiri dari:

(1) Pendahuluan,

(2) Latar belakang,

(3) Uraian tentang penelitian yang telah dilakukan,

(4) Hasil penelitian,

(5) pembahasan,

(6) kesimpulan, dan

(7) Tindakan penanggulangan,

(8) Dampak-dampak Penting,

(9)rekomendasi.

Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa di masa mendatang. Selain itu juga berguna untuk perencanaan-perencanaan program, pelaksanaan rencana penanggulangan wabah itu sendiri.

http://emiliadiasri.blogspot.com/

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

MAKALAH UKURAN-UKURAN EPIDEMIOLOGI

 

Ukuran - ukuran epidemiologi merupakan ukuran-ukuran frekuensi penyakit yang menggambarkan karakteristik kejadian (“occurrence”) suatu penyakit atau masalah kesehatan didalam populasi.  Ukuran – ukuran epidemiologi tersebut, adalah :

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Proporsi:

  • Proporsi adalah perbandingan yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut
  • Proporsi digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasi

Rumus:
Proporsi : x / (x+y) x k
Contoh:

  • Proporsi Mhs wanita =

Jumlah Mahasiswa wanita
---------------------------------- k
Jumlah Mahasiswa wanita + pria

  • Proporsi Mahasiswa berprestasi
  • Proporsi Mahasiswa hafal Al Qur’an

Ratio:

  • Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung
  • Ratio digunakan untuk menyatakan besarnya kejadian

Rumus:
Ratio: (x/y) k

  • Ratio dapat juga dinyatakan sebagai perbandingan
  • Ratio x : y = 1 : 2

Contoh:

  • Sex ratio =

jumlah pria
--------------- k
jumlah wanita
Pria : Wanita = x : y

  • Dependency ratio =

Juml usia (0 - <14th) + (>65 th)
---------------------------------- k
Jumlah usia (15 – 64 th)
Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah masing2 mahasiswa?

Rate

  • Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai risiko kejadian tersebut
  • Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian tertentu dalam masyarakat

Rumus:
Rate: (x/y) k

  • X: angka kejadian
  • Y: populasi berisiko
  • K: konstanta (angka kelipatan dari 10)

Contoh:

  • Campak → berisiko pada balita
  • Diare → berisiko pada semua penduduk
  • Ca servik → berisiko pada wanita

Contoh Soal:
Jumlah pasien di RS A = 150, dengan rincian pria = 90 dan wanita = 60

  • Berapa proporsi pasien wanita?
  • Berapa sex ratio pasien di RS A?

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS
INCIDENCE RATE

  • Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

Incidence Rate (IR):
Jumlah penyakit baru
-------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
PREVALENCE RATE

  • Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
  • PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate
  • PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate

Prevalence Rate (PR):
Jumlah penyakit lama + baru
------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
ATTACK RATE

  • Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

Attack Rate (AR):
Jumlah penyakit baru
-------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
(dalam waktu wabah berlangsung)
Contoh Soal:
Data desa Jombang pada tahun 2007 adalah sbb:
Jumlah penduduk = 2.000.000
Ratio pria : wanita = 2 : 3
Ratio balita : bukan balita = 2 : 8
Kasus lama/baru campak: Feb=2/10, Mar=5/20, Jun=4/15
Kasus lama/baru diare: Ags= 2/15, Sep=3/25, Okt=5/10
Kasus lama/baru ca servik: Apr=3/5, Jul=8/5
Hitunglah:

  • Incidence Rate Campak tahun 2007
  • Point Prevalence Rate Campak pada bulan Feb, Maret dan Juni?
  • Periode Prevalence Rate Campak pada tahun 2007?
  • Attack Rate Campak?

Hitunglah:

  • Incidence Rate Diare tahun 2007
  • Point Prevalence Rate Diare pada bulan Ags, Sep dan Okt?
  • Periode Prevalence Rate Diare pada tahun 2007?
  • Attack Rate Diare?

Hitunglah:

  • Incidence Rate Ca Servik tahun 2007
  • Point Prevalence Rate Ca servik pada bulan Apr dan Jul?
  • Periode Prevalence Rate Ca Servik pada tahun 2007?

PENGUKURAN MORTALITY RATE
CRUDE DEATH RATE

  • CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: CDR (Crude Death Rate)
Jumlah semua kematian
------------------------- k
Jumlah semua penduduk
SPECIFIC DEATH RATE

  • SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: SDR (Specific Death Rate
Jumlah kematian penyakit x
----------------------------- k
Jumlah semua penduduk
CASE FATALITY RATE

  • CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

CFR (Case Fatality Rate):
Jumlah kematian penyakit x
----------------------------- x 100%
Jumlah kasus penyakit x
MATERNAL MORTALITY RATE

  • MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

MMR (Maternal Mortality Rate):
Jumlah kematian Ibu
------------------------ x 100.000
Jumlah kelahiran hidup
INFANT MORTALITY RATE

  • IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup

IMR (Infant Mortality Rate):
Juml kematian bayi
--------------------- x 1000
Juml kelahiran hidup
NEONATAL MORTALITY RATE

  • NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4 minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

NMR (Neonatal Mortality Rate):
Jumlah kematian neonatus
--------------------------- x 1000
Jumlah kelahiran hidup
PERINATAL MORTALITY RATE

  • PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

PMR (Perinatal Mortality Rate):
Jumlah kematian perinatal
--------------------------- -x 1000
Jumlah kelahiran hidup
Contoh Soal:

  • Penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 1990 = 178.440.000 orang dengan jumlah kematian selama tahun 1990 = 17.308.680 orang. Berapa CDR tahun 1990?
  • Bila jumlah kematian karena tetanus pada tahun 1990 = 180.000 orang. Berapa SDR tetanus per 1000 penduduk?
  • Jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan di Singapura hanya 1 orang pada tahun 1990, dengan jumlah seluruh kelahiran hidup sebanyak 49.864 orang. Berapa MMR pada tahun 1990?
  • Hasil sensus penduduk Jepang tahu 1990, dilaporkan jumlah kematian bayi <1 tahun sebanyak 5.616 orang, jumlah kematian bayi umur 4 minggu sebanyak 3.179 orang, jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari post partum sebanyak 7.001 orang.
  • Jika jumlah kelahiran hidup 1.227.900 orang.
  • Berapa IMR tahun 1990?
  • Berapa PMR tahun 1990?
  • Berapa NMR tahun 1990?

Referensi

  1. Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  2. Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  3. Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  4. Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta
  5. Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
  6. Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

http://dr-suparyanto.blogspot.com/

http://septifkmundip.blogspot.com/

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

MAKALAH SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

 

I. Pendahuluan

Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia belm berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.
Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan

Menurut The Centers for Disease Control (CDC) Surveilans kesehatan masyarakat adalah “The ongoing systematic Collection, analysis and interpretation of Health data essential to the planning, implementation, and evaluation of public health practice, closely integrated with the timely dissemination of these data to those who need to know. The final link of the surveillance chain is the application of these data to prevention and control.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Sedangkan menurut Prof.Nur Nasry Noor (1997) Guru Besar Epidemiologi FKM Unhas mengatakan bahwa “Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu. Baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.”

Surveilans Kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri mencakup masalah borbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi, Peny. Menular, Peny. Tidak menular, Demografi,Pelayanan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa factor risiko pada individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Demikian pula perkembangan Surveilens Epidemiologi dimulai dengan surveilens penyakit menular, lalu meluas ke penyakit tidak menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain.

Bahkan baru-baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Surveilens Epidemiologi yang menyangkut perkembangan istilahnya, elemen-elemennya, penggunaannya, kerjasama internasional dan pelaksnaannya di Indonesia.

II. Perkembangan Istilah Surveilens

Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveillance” mula-mula arti yang diberikan kepada “Surveillance” ialah satu macam observasi dari seorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berupa pengawasan medis, tanpa mengawasi beberapa kebebasan bergerak dari orang atau orang-orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama dilakukan pada penderita-penderita penyakit menular yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan sifilis. Lamanya observasi sama dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud sebenarnya dari pengamatan seperti ini ialah supaya dengan segera dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada kasus-kasus yang dicurigai itu.

Arti dari “Surveillance” berkembang dan lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950 istilah “Surveillance” dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja. Pada waktu mulai dijalankan program-program pemberantasan penyakit, penyakit malaria, patek, cacar dan “urban yellow fever”. Cara untuk mengetahui kemajuan dari program-program tersebut dengan melihat menurunnya jumlah peristiwa dan dimana terdapat peristiwa-peristiwa tersebut. Karena “Surveillance” ini memerlukan ilmu epidemiologi, maka kemudian ia disebut “Epidemiological Surveillance”, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Surveilens Epidemiologi.

Dengan demikian Surveilens Epidemiologi mencakup keterangan-keterangan mengenai penderita, tempat, waktu, keadaan vektor dan faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan penyakit. Perlunya keterangan-keterangan yang banyak itu disebabkan oleh berubahnya pendapat tentang patogenesis penyakit menular.

Mula-mula orang berpendapat bahwa penyakit menular disebabkan oleh hanya satu faktor saja yaitu kuman, tetapi sekarang orang berpendapat sebagai berikut: walaupun kuman diperlukan untuk menimbulkan suatu infeksi, beradanya kuman tersebut dalam tubuh tidak mutlak harus menimbulkan satu penyakit atau menularkan penyakit tersebut lebih lanjut. Faktor-faktor lain seperti dosis dari infeksi, macam dan lamanya penularan, keadaan umum dan gizi dari penderita, cara hidup penderita dan lingkungannya ikut menentukan terjadinya penyakit.

Dalam pemberantasan malaria tercampur kegiatan “Surveilens” dan peberantasan. Dalam perkembangannya, surveilens epidemiologi merupakan kegiatan tersendiri, yaitu mengumpulkan, menganalisa data dan menyebarluaskan informasi atas dasar hasil analisa tersebut kepada yang berkepentingan, ini merupakan tugas penuh dari ahli epidemiologi dan ahli statistik.

Pada tahun 1968, World Health Assembeley (W.H.A) XXI mengadakan diskusi teknis mengenai “National and Global Surveilance of Communicable Diseases”.

Sebelum tahun 1968 telah dilaksanakan Surveilance Epidemiologi pada beberapa negara. Namun bahan-bahan yang dibicarakan dalam diskusi tersebut sebagian besar berasal dari Atlanta dan Praha.

Definisi Epidemiologi yang dikemukakan oleh Langumuir dari Atlanta adalah sebagai berikut:

“Surveilance might be defined as the exercise of continous scrutiny of and watchfullness over distribution and spread of infectious and factors relating there to, of sufficient accuracy and completeness to be pertinent to effective control.”

Definisi untuk Karel Paska dari Praha adalah sebagai berikut:

“Surveilance can be defined as the epidemiologi study of disease as the dynamic proces involving the ecology of the infectious agent, the host, the reservoirs and the vectors, as well as the complex mechanism concerned in the pread of invection and the exten to wich this spread wil occur. The purpose of surveillance is to use all appropriate epidemiological and other methods as a guide to the control of disease.” Dalam diskusi teknis dikemukakan pula beberapa definisi lain, yang berbeda satu sama lain tergantung pada penyakit yang hendak diamati dan dimana meletakkan titik beratnya. Namun dari bermacam-macam definisi tersebut terdapat 3 ciri khas yaitu :

1. Pengumpulan data epidemiologi secaara sistematis dan teratur secara terus- menerus.

2. Pengolahan, analisa dan interpretasi data tersebut yang menghasilkan suatu informasi.

3. Penyebaran dari hasil informasi tersebut kepada orang-orang atau lembaga yang berkepentingan.

4. Menggunakan informasi tersebut dalam rangka memantau, menilai dan merencanakan kembali program-rogram atau pelayanan kesehatan.

III.Unsur-Unsur dari Surveilens Epidemiologi

Data yang harus dikumpulkan berasal dari bermacam-macam sumber dan berbeda-beda diantara satu negara dan negara yang lain. Sumber-sumber tersebut disebut unsur-unsur Surveilens Epidemiologi.

Unsur-unsur Surveilens Epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular adalah sebagai berikut:

1. Pencatatan Kematian

Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke Kantor Kelurahan seterusnya ke Kantor Kecamatan dan Puskesmas dan dari Kantor Kecamatan dikirim ke Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II. Untuk meningkatkan kelengkapan data kematian telah dilakukan Studi Epidemiologi Bekasi; dan studi Mortalitas di Jakarta. Pada beberapa daerah tertentu Amil yaitu yang memandikan mayat berperan dalam melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengakapan pencatatan kematian, yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis oleh dokter. Unsur ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan.

2. Laporan Penyakit

Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman, “cyclic, atau secular”. Dengan demikian kita mengetahui pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi letusan pada daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana mungkin, variabel “orang” cukup nama dan umurnya; variabel tempat, cukup alamatnya. Tentu yang penting dicatat diagnosa penyakit dan kapan mulai timbulnya penyakit tersebut.

3. Laporan Wabah

Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah, dll. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat dan orang, penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebaba penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit Diabeties Mellitus, dll.

5. Penyakit Kasus

Penyelidikan kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit yang belum umum diketahui yang terjadi pada seorang atau lebih individu.

6. Penyelidikan Wabah

Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa, maka perlu diadakan penyelidikan wabah di tempat dimana bila diadakan analisa data sekunder, dapat diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosa klisis, diagnosa laboratoris disamping penyelidikan epidemi di lapangan.

7. Survey

Survey ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalens penyakit. Dengan ukuran ini diketahui luas masalah penyakit tersebut. Bila setelah disurvey pertama dilakukan pengobatan terhadap penderita, maka dengan survey kedua dapat ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut.

8. Penyelidikan tentan distribusi dari vektor dan reservoir penyakit

Penyakit zoonosis terdapat mannusia dan binatang; dalam hal ini binatang dan manusia merupakan reservoir. Penyakit pada binatang diselidiki oleh dokter. Penyakit malaria ditularkan oleh vektor nyamuk anopheles, dan penyakit demam berdarah ditularkan oleh vektor Aedes Aegypti. Vektor-vektor tersebut perlu diselidiki ahli entomologi untuk mengetahui apakah mengandung kuman malaria, atau virus dari demam berdarah.

9. Penggunaan Obat-obatan, Sera dan Vaksin

Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-bahan terssebut, yaitu mengenai banyaknya, jenisnya dan waktunya memberi petunjuk kepada kita mengenai masalah penyakit. Disamping itu dapat pula dikumpulkan keterangan mengenai efek sampingan dari bahan-bahan tersebut.

10. Keterangan tentang Penduduk serta Lingkungan

Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”. Persediaan bahan makanan penting diketahui apakah ada hubungan dengan kekurangan gizi, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisa epidemiologis. Data atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lembaga non kesehatan.

Dari 10 macam itu, seorang epidemiologis mendapat keterangan untuk mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi suatu penyakit.

Tentu saja tidak semua (10) unsur itu digunakan untuk surveillens seluruh penyakit; misalnya untuk cacar penting untuk no.1 dan no.2; untuk salmonella diperlukan unsur no.4; harus dibedakan antara pengertian surveilens dan riset. Riset adalah usaha mencari informasi baru dalam rangka pengobatan pencegahan dan promosi kesehatan; dalam hal ini perlu dibuat suatu disain penelitian yang bukan merupakan suatu kerja yang rutin. Tetapi “Surveilens Epidemiologi” merupakan suatu kegiatan yang rutin. Yang mungkin menghasilkan informasi yang biasa atau luar biasa. Bila terjasi hal yang “luar biasa”, disinilah letak kepentingan Surveilens Epidemiologi itu.

IV. Kegunaan Surveilens Epidemiologi

Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk:

1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit.

2. Untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas.

3. Untuk meramalkan terjadinya wabah.

4. Untuk menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dll.

5. Untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan.

V. Pelaksanaan Survelens Epidemiologi di Indonesia

Sudah sejak lama diadakan kerjasama internasional di bidang penyakit karantina (cacar, kolera, tipes, pes, relapsing fever, demam kuning dan demam balak-balik yang diatur oleh “International Sanatary Regulations (ISR)”.

Prinsip yang digunakan ialah penukaran dan pengumpulan data tentang penyakit karantina itu. Karantina disebut juga melaksanakan dan mengawasi bidang administratif dari ISR disamping mengumpulkan data. Dengan adanya karantina internasional itu, kini sudah mempunyai wadah untuk menjalankan surveilens penyakit menular di dunia. Hanya daftar penyakit yang termasuk dalam penyakit karantina sudah perlu berubah. Misalnya “relapsing fever” sudah hampir tidak ada, atau terdapat pada bagian dunia yang sangat terbatas. Sebaliknya muncul penyakit-penyakit lain yang pentingkarena sifat penalarannya. Akhir-akhir ini WHO sudah merubah daftar penyakit karantina, yaitu Singapura dan Australia tidak menjadi anggota ISR. Karena itu perlu dipertimbangkan kerjasama regional yang khusus antara negara tetangga kita, sehingga usaha-usaha Surveilens Epidemiologi dapat dijlankan dengan efektif.

Setelah diskusi Teknis WHO tahun 1968, pelaksanaan Konsep Surveilens Epidemiologi yang baru, dilaksanakan di Indonesia dengan dimulainya Seminar dan Lokakarya Surveillens Epidemiologi di Ciloto tahun 1969. Hasil dari Lokakarya ini antara lain merekomendasikan pelaksanaan Surveilens Epidemiologi di Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi, Kabupaten, bahkan sampai ke tingkat bawah. Penyakit-penyakit yang dianjurkan di bawah Survelens ini ialah cacar, kolera, malaria, frambusia, tbc, kusta dan penyakit kelamin. Mulai tahun 1972 penyakit cacar dinyatakan sudah terbasmi di Indonesia.

Lokakarya dan Seminar Surveilens Epidemiologi di Ciloto diadakan pada tahun-tahun berikutnya. Begitu pula diadakan penataran epidemiologi kepada petugas kesehatan dan pouskesmas pada beberapa Propinsi. Pada saat ini Departemen Kesehatan sudah menunjuk 1 Puskesmas dari suatu Kabupaten untuk melaksankan Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular.

Kepustakaan:

1. World Health Assembeley XXI; “National and Global SURVEILENS of Communicable Disease”, Geneva:WHO, 1968.

2. Lapau, Buchari: beberapa Kegiatan Akademik dan Kaitannya dengan Pembangunan Kesehatan. Suatu tinjauan Evaluasi Epidemiologi, Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Ilmu Epidemiologi FKM UI, tanggal 39 Oktober 1989.

3. Lapau, Buchari: Surveilens Epidemiologi. Unpublish 1996.

4. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/

5. http://himapid.blogspot.com/

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

MAKALAH EPIDEMIOLOGI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

 

A.PENGERTIAN, TUJUAN DAN KEGUNAAN

Kata epidemiologi berasal dari Bahasa Yunani, epi berarti pada/tentang, demos berarti penduduk, dan logos berarti ilmu. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Epidemiologi adalah suatu metodologi ilmiah yang digunakan untuk mempelajari epidemi dan temuannya, dan hasil studi epidemiologi kemudian digunakan di bidang kesehatan masyarakat dan kedokteran untuk mengendalikan kejadian luar biasa (KLB) penyakit dan mencegah terulangnya kejadian penyakit tersebut di masa mendatang.

Selain definisi asal kata, banyak definisi epidemiologi yang dibuat oleh ahli kesehatan. Definisi yang dibuat tersebut terkait dengan keadaan dan waktu, dikenal ada dua definisi yaitu:

1. Definisi lama (sebelum tahun 1960): Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran dan perluasan suatu penularan penyakit dalam suatu kelompok penduduk atau masyarakat. Dasarnya adalah sebelum tahun 1960 penyakit menular merupakan penyakit yang paling banyak dialami penduduk dunia.

2. Definisi baru (setelah tahun 1960): Beberapa tokoh yang terkenal dalam ilmu penyakit memberi definisi mengenai epidemiologi sebagai berikut.

a. Mag Mahon & Pugh (1970). Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit terhadap manusia.

b. Omran (1974). Epidemiologi adalah suatu studi mengenai kejadian dan distribusi kesehatan, penyakit, dan perubahan pada penduduk

c. Mausner & Kramer (1985). Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.

d. Last (1988). Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasinya untuk menanggulangi masalah kesehatan.

e. “Epidemiologi adalah studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada populasi manusia”. (Lowe C.R. & Koestrzewski.J., 1973)

f. “Epidemiologi ialah suatu studi tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi manusia” (Barker, D.J.P., 1982)

g. “Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit atau keadaan fisiologis pada penduduk dan determinan yang mempengaruhi distribusi tersebut. (Lilienfeld A.M., & D.E. Lilienfeld, 1980)

Dari batasan tersebut terdapat persamaan yaitu semua menyatakan epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi frekuensi penyakit heserta determinannya, hanya terdapat dua perbedaan yaitu tambahan fenomena fisiologis (Lilienfeld & Lilienfeld) dan ruda paksa (Mausner & Bhan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari penyakit, ruda paksa, dan fenotnena fisiologis tentang frekuensi distribusi dan determinannya pada kelompok manusia.

Epidemiologi dalam layanan kebidanan ialah epidemiologi yang mengkaji tentang distribusi dan determinan morniditas dan mortilitas dalam bidang kebidanan secara komperkensif. Artinya secara menyeluruh menyangkut seluruh sistem kebidanan termasuk kesehatan ibu dan anak (KIA).

Tujuan /kegunaan epidemiologi kebidanan ialah :

1.Untuk mengidentikasi penyebab penyakit dan faktor-faktor resiko terjadinya peyakit yang bisa menyerang ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas (42 hari setelah persalinan) serta pada bayi dalam kandunga hingga dilahirkan sampai asa balita.

2.Diharapkan akan didapatkan tekhnik pencegahannya.

Mengenai kegunaan epidemiologi secara umum yang sesuai dengan tujuan epidemiologi kebidanan dalam prakteknya sebagai berikut :

1.Menguraikan distribusi dan besarnya masalah suatu penyakit dalam masyarakat.

2.Memberikan data untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-proram pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit , serta untuk menentukan urutan prioritas program-program diatas.

3.Mengenal faktor-faktor penyebab penyakit (patogenesis).

4.Membantu pekerjaan administrasi kesehatan.

5.Untuk meneliti dan mengevalasi program pemberantasan penyakit dan masalah dalam kesehatan.

6.Untuk mendapatkan data dalam upaya mengklasifikasikan penyakit.

7.Untuk menyusun program pencegahan penyakit.

Kegunaan epidemiologi diatas dapat diringkas menjadi 3 hal, yakni :

1.Mendiskripsikan fenomena kesehatan masyarakat.

2.Mengkaji hubungan-hubungan sebab-akibat.

3.Melakukan evaluasi program kesehatan dan program intervensi.

Pada umumnya tujuan atau kegunaan epidemiologi kebidanan ialah untuk mengetahui faktor resiko pada ibu selama kehamilan, persalinan, dan masa nifas, beserta hasil konsepsinya, dan mempelajari tekhnik-tekhnik pencegahannya termasuk evaluasi program kesehatan dan program intervensinya.

B.TERJADINYA PENYAKIT ATAU MASALAH KESEHATAN

1.Kaitan dengan Teori Segitiga Epidemi

Kaitan dengan teori terjadinya penyakit yang dicontohkan dalam segitiga Gordon, yakni hubungan antara agen, penjamu, dan lingkungan hidup, ketiganya harus berada dalam keseimbangan agar kondisi seseorang akan menjado sehat. Artinya bibit penyakit (agen) tidak berkembang biak dengan menginfeksi manusia bila kondisi bibit penyakit ditekan oleh lingkungan hidup yang sehat, penjamu dalam kondisi sehat jasmani dan sosial, sehingga daya tahan tubuh dalam kondisi optimal dapat menghalau terjadinya infeksi.

Pada KIA penjamunya adalah ibu, bayi, dan anak balita. Maka kondisi ibu, termasuk ibu hamil, bayi dan balita harus sehat jasmani rohani dan sosialnya. Hal itu bisa dicapai dengan pemenuhan gizi, dan berbagai perilaku sehat lainnya seperti olahraga, perilaku hidup bersih dan sehat, dll. Lingkungan hidup akan sangat berkaitan dengan lingkungan dalam rumah tangga secara fisik, biotik, sosial dan psikologis dari ibu, ayah, anak, tetangga, dan lainnya.

2.Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Balita

Angka kematian Ibu Indonesia 50/hari. Meski telah mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, namun hingga saat ini Angka Kematian Ibu (Maternal mortality Rate) di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara yakni 307/100.000 kelahiran hidup yang berarti 50 ibu meninggal setiap hari karena komplikasi persalinan dan saat melahirkan, itu menurut data tahun 2003. Namun pada tahun 2005 angka tersebut mengalami penurunan menjadi 290,8/100.000 kelahiran hidup. Tapi kondisi itu tetap tidak merubah status indonesia sebagai negara dengan Angka kematian Ibu tertinggi di Asia Tenggara.

Menteri kesehata mengatakan guna menurunkan angka kematian ibu menjadi 226/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah menyiapkan 4 strategi pokok yakni penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Mendekatkan akses keluarga miskin da rentan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, serta meningkatkan surve dan pembiayaan dibidang kesehatan.

Terkait dengan pendanaan pemerintah mengalokasikan dana Rp 80 milyar untuk menukngkatkan kesehatan ibu dan anak.

USAID atau United States Agencynfor International Development memberikan bantuan untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia berupa bantuan dana dan pendampingan teknis dalam program kesehatan ibu, bayi dan anak melalui Health Services Program (HSP).

Direktur Bidang Kesehatan USAID Lynn Krueger Adrian mengatakan pada agustus 2004 bahwa pemerintah dan USAID menandatangani perjanjian kerjasama selama 5 tahun dibidang kesehetan. “Kami menyediakan dana sebesar 311 juta dolar AS untuk bidang kesehatan, utamanya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak” katanya. Adrian menjelaskan sebagai langkah awal percontohan implementasi HSP melalui peningkatan pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak dari tingkat rumah sakit hingga puskesmas dilakukan di 30 kabupaten di 6 propinsi di Indonesia yakni Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

“Angka kematian ibu di ke 6 provinsi itu memang bukan yang terendah, kami memilihnya karena itu adalah provinsi terbesar di Indonesia yang dihuni oleh hampir 70 persen penduduk Indonesia sehingga akan ada signifikasi dalam penerapan program ini terhadap populasi,” ujar Adrian.

Berkenaan dengan hal itu,Menteri Kesehatan dan Adrian mengatakan bahwa pemerintah dan USAID secara berkala akan memantau pengaruh penerapan program ini terhadap penurunan angka kematian ibu,bayi dan anak.

“Tiap tahun akan dievaluasi dan dilihat melalui indicator yang jelas apakah program ini benar-benar bermanfaat,”katanya.

Keduanya mengatakan bahwa jika program itu berhasil dilakukan di 6 provinsi tersebut maka program itu selanjutnya akan dilakukan didaerah-daerah yang lainnya.

Selain yang tersebut diatas, the voice the Amerika memberitakan tentang Negara-negara miskin didunia sebagai berikut :

Laporan terkini dari LSM save the children menggambarkan gabungan potret usaha global untuk melindungi nyawa ibu dan anak balita (bawah 5 tahun), walaupun beberapa Negara di Afrika telah membuat banyak kemajuan dalam tahun-tahun terakhir, namun ternyata beberapa Negara Afrika lainnya berada hampir pada tingkat terbawah diantara 140 negara yang disurvey. Dari Washington, AS wartawan VOA William Eagle melaporkan.

Dibagian bawah indeks adalah Negara sub sahara yang tertinggi didunia dalam angaka kematian ibu dan bayi – Etiopia, Eritrea, Angola, guinea-bissau, chad, sierra leone, Yaman dan Djibouti. Nigeria adalah yang terakhir.

Untuk beberapa Negara, seperti Nigeria, Angola dan republic Demokratik kongo, angka yang tinggi juga mencermin kan jumlah penduduk mereka yang tinggi. Mereka bergabung degan 10 negara besar lain, termasuk china dan India, yang bila digabungkan mempunyai lebih dari separuh kematian ibu dan anak.

Perang juga bertanggung jawab terhadap angka kematian yang tinggi dinegara lain, termasuk sierra leonne, pantai gading dan Liberia.

Delapan puluh persen kematian anak balita di Afrika disebab kan oleh malaria, diare, pneumonia dan kelainan sejak lahir. Disebagian besar Negara di Afrika termasuk Botswana, Zimbabwe dan Swaziland, ternyata AIDS juga menjadi pembunuh utama pada anak balita dan inilah yang menjadi alasan utama mengapa Negara-negara ini belum mampu menurunkan angka kematian anak.

Diantara Negara-negara yang tingkat kematian ibu dan bayinya ditemukan lebih buruk dibandingkan 15 tahun yang lalu adalah Botswana, zimbabawe, dan Swaziland. Untuk Negara-negara ini, penyakit adalah faktor yang bermakna terhadap buruk nya tingkat hidup mereka.

Mieke Kiernan, direktur komunikasi save the children di Washington, AS berbicara tentang Zimbabwe.

“Angka kematian telah meningkat sebanyak 65 persen sejak 1990,” dia mengatakan” sebagian besar terkena HIV/AIDS. Kita mempunyai 1 diantara delapan anak yang meninggal sebelum mereka mencapai ulang tahunnya yang ke 5 dizimbabwe, lebih dari 40 persen dari kematian ini diakibat kan oleh AIDS. Zimbabwe, Afrika selatan, Botswana dan Swaziland adalah Negara dimana kita melihat HIV/ADIS melwebihi kemampuan prasarana untuk mendukung anak balita. Hal semacam ini sudah biasa diseluruh Afrika.

Kinerja ekonomi tidak selalu menunjukan layanan kesehatan terganggu oleh pandemi AIDS yang menyebar dibanyak tempat diAfrika bagian selatan.

Demikian halnya, angka kematian ibu dan bayi tetap tinggi dinegara penghasil minyak, termasuk Nigeria, Angola, dan guinea ekuatorial.

Tetapi Kiernan mengatakan bahwa keinginan politis akan berdampak besar terhadap Negara termiskin, termasuk Malawi. Dia mengatakan Malawi adalah cerita keberhasilan yang luar biasa dari Negara yang terbatas sumber daya nya, yaitu sebuah Negara yang sudah berfokus untuk ikut berperan didalamnya. Pendapatan perkapita (GNP) dimalawi kira-kira 650 dolar AS perorang, namun merekan telah melihat 43 persen penurunan angka kematian anak balita dalam 15 tahun terakhir ini.

Melawi telah mengambil beberapa langkah dia melanjutkan untuk menjadikan kesehatan ibu dan bayi sebagai prioritas utama mulai dari presiden sehingga jajaran dibawah. Mereka melakukan hal yang paling mendasar yang dapat ditiru oleh banyak Negara.

Diantara langkah yang mendasar ini adalah membagikan kelambu untuk melindungi ibu dan anak yang terinfeksi malaria, menyediakan perawatan kesehatan untuk ibu sebelum melahirkan dan memastikan bahwa seluruh masyarakat memiliki akses pada suplemen gizi seperti vitamin A yang membantu menjaga melawan kekurangan gizi dan zink atau ZN serta oralit untuk menghentikan diare. Mereka juga dapat memastikan agar anak diimunisasi terhadap cacar dan penyakit- penyakit anak lainnya.

Kiernan mengatakan bahwa Tanzania adalah contoh Negara miskin lain yang sudah membuat banyak kemajuan melalui kekuatan politik:

“Tanzania adalah salah satu negara termiskin, dengan pendapatan 730 dolar AS per orang per tahun, namun mereka sudah mampu mengurangi angka kematian anak (balita) sebanyak 25 persen dan angka kematian bayi saat lahir sebanyak 20 persen dalam lima tahun terakhir,” dia mengatakan. “Kebanyakan dari kemajuan ini merupakan hasil dari peningkatan anggaran pemerinta untuk perawatan kesehatan ibu dan bayi” negara lain juga sudah memotong angka kematian anak sejak 1990.

Komitmen Madagascar untuk memperbaiki layanan kesehatan dan angka imunisasi membantu mengurangi angka kematian sebanyak 29 persen dan kekurangan gizi dari 42 persen menjadi 35 persen.

Di Etiopia, walaupun angka kematian ibu dan bayi masih tinggi namun telah mampu menurunkan angka ini secara menakjubkan yaitu 20 persen dalam 15 tahun terakhir.

Save the Children menemukan bahwa Mesir mengalami 63 persen penurunan kematian anak, dan keberhasilan ini sebagian karena adanya komitmen untuk membangun akses jalan di daerah perdesaan, dukungan strategi imunisasi, dan memastikan adanya bidan atau pekerja terlatih yang terampil untuk mendampingi kelahiran. Terkait hal ini Kiernan mengatakan tidak peduli seberapa besar keberhasilan yang terjadi di Mesir, namun terlihat bahwa selalu masih banyak yang perlu dilakukan untuk menurunkan kematian anak-anak.

3. Indikator Kesehatan Ibu Hamil dan Hasil Konsepsi

Indicator paling penting bagi kesehatan ibu hamil adalah angka kematian ibu (AKI/ maternal mortality rate/ MMR). Indicator paling penting terhadap hasil konsepsi pada masa kehamilan adalah angka kematian perinatal. Kematian ibu hamil atau kematian maternal adalah terjadinya kematian pada ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu hamil di suatu daerah tertentu selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan mengenai kegunaan mengetahui informasi mengenai tingginya MMR/AKI adalah:

a.Untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas resiko tinggi.

b.Untuk menyiapkan program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, dalam koridor KB atau keluarga berencana yang berpedoman untuk mencapai norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

c.Untuk penyiapan system rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan.

d.Untuk melaksanakan persiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Kematian perinatal adalah terjadinya kematian saat dilahirkan atau disebut juga lahir mati serta kematian bayi selama minggu pertama kehidupan. Angka kematian perinatal adalah jumlah lahir mati dan bayi mati dalam minggu pertama dalam 1000 kelahiran hidup.

Berdasarkan hasil SDKI (survey demografi kesehatan Indonesia) 2002-2003 angka kematian ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup. Dalam SDKI tahun 1994 disebutkan bahwa angka kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 40 per 1000 kelahiran hidup. Sementara ada variasi yang terendah di Indonesia, yakni di Yogyakarta (130 per 100.000 kelahiran hidup) sedangkan tertinggi di Nusa Tenggara Barat (1340 per 100.000 kelahiran hidup).

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian perinatal (AKP) yang masih tinggi itu telah lama mengundang perhatian pemerintah. Menurut hasil berbagai survey, AKI di Indonesia saat ini berkisar antara 300 dan 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di negara maju hanya sekitar 10 per 100.000 kelahiran hidup. AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pemerintah sejak kemerdekaan melakukan berbagai kebijakan meliputi perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayi baru lahir, seperti pelatihan dukun bayi, pengembangan klinik kesehatan ibu dan anak, pembangunan rumah sakit, pengembangan puskesmas, pengembangan pondok bersalin desa, dan pos pelayanan kesehatan terpadu atau posyandu, pendidikan dan penempatan bidan di desa, dan penggerakan masyarakat untuk menyelamatkan ibu hamil dan bersalin, namun demikian hasil dari berbagai upaya tersebut diatas belum menggembirakan.

AKI yang masih tinggi dengan penurunan lambat merupakan fenomena di banyak negara berkembang. Situasi yang memperihatinkan ini mendorong kelahiran IMMPACT yang merupakan akronim dari initiative for mortality programme assessment. IMMPACT merupakan suatu inisiatif riset global dengan tujuan menemukan strategi penurunan kematian ibu yang cocok dalam arti efektif dan kos-efektif berdasarkan bukti dengan konteks social budaya di banyak negara berkembang, dan menilai kelayakan strategi dalam mendorong pemerataan dan kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Sejauh ini program IMMPACT telah dilakukan di tiga negara, yaitu: Ghana dan Burkina Faso di Afrika, dan Indonesia. Di Indonesia program IMMPACT dilakukan di dua kabupaten yaitu di Provinsi Banten, yaitu di Kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang. Penetapan kedua lokasi ini dilakukan setelah dilakukan studi banding di 8 lokasi potensial meliputi Kabupaten Tanggerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Pemilihan lokasi dilakukan atas pertimbangan, antara lain : variasi aspek yang terkait dengan kesehatan ibu (geografis, pelayanan kesehatan, dan sosio demografi), keberadaan program penyelamatan ibu dengan strategi making pregnancy safer (MPS) dan program terkait lain, angka kematian dan keehatan yang belum optimal, kepemimpinan dan komitmen kabupaten, akses dengan institusi penelitian, dan ketersediaan data.

Strategi program IMMPACT dimulai dengan pengembangan instrument sebagai alat evaluasi strategi upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir, mengidentifikasi upaya yang layak evaluasi, penelitian evaluasi dan pada akhirnya penemuan strategi yang efektif dan kos-efektif dengan konteks social budaya Indonesia. Program IMMPACT direncanakan akan berjalan selama 7 tahun. Sejak pencanangan bulan mei 2003, IMMPACT telah merancang dan menguji-cobakan teknik pengumpulan data yang dibutuhkan untuk evaluasi strategi upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir di fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) dan di masyarakat.

Dalam menyambut Hari Kesehatan Dunia 2005 yang bertemakan ‘IBU SEHAT, ANAK SEHAT SETIAP SAAT’, bekerja sama dengan sector kesehatan Kabupaten Serang, IMMPACT menyelenggarakan seminar sehari pada tanggal 12 April 2005 untuk menyampaikan beberapa hasil kegiatan IMMPAC. Seminar berlangsung di aula Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Serang dengan jumlah peserta 83 orang yang mewakili Dinas Kesehatan Provinsi Banten, semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Banten, semua puskesmas kecamatan dan rumah sakit di Kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang, Kantor Statistik Kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang, dan berbagai organisasi kemasyarakatan terkait. Seminar sehari ini membahas tiga topic penyajian : (1) Mengukur angka kematian ibu melalui survey di rumah sakit dan puskesmas, (2) Faktor penghambat dan pemudah pencatatan laporan kematian ibu oleh masyarakat, dan (3) nyaris mati dan unmeet obstetric need sebagai indicator pelengkap program penyelamatan ibu.

Dalam mengenalkan program IMMPACT, Prof. dr. Budi Utomo, MPH, Ph. D menyampaikan beberapa isu yang menyangkut upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir. Salah satu isu yang penting adalah mulai tumbuhnya kesadaran perlunya penggunaan data dalam pengembangan kebijakan, tetapi dalam banyak hal penggunaan data belum mmbudaya di lingkungan manajer kesehatan. Banyak data dikumpulkan, tetapi sebagian besar tidak digunakan secara rutin. Lebih dari itu, data yang dibutuhkan sering kurang tersedia. Isu penting lain yang disampaikan adalah kecenderungan mengadopsi strategi yang mungkin efektif di negara lain tanpa kajian kritis, yaitu menilai kesesuaian strategi tersebut dengan konteks Indonesia. Padahal kajian kritis ini diperlukan untuk menghindari penghamburan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini IMMPACT berupaya membantu mitra untuk pengambilan kebijakan.

Sementara AKI diperlukan untuk menilai keberhasilan upaya penyelamatan ibu, pengukuran AKI di Indonesia bukan perkara mudah karena system pencatatan kelahiran dan kematian belum berjalan dengan baik. Sampai saat ini AKI di Indonesia diperkirakan tidak langsung dari data kelangsungan hidup saudara perempuan yang diperoleh melalui survey rumah tangga. Dalam survey ini semua perempuan usia reproduksi di rumah tangga yang masuk survey dinyatakan mengenai status hidup saudara-saudara perempuan mereka. Selanjutnya apabila sudah meninggal, dinyatakan apakah meninggalnya saat hamil, bersalin, atau nifas. Cara ini mahal karena memerlukan sampel rumah tangga yang tersebar di masyarakat. Dalam konteks ini, dr. Nurul Qomariah M. Kes menyajian upaya IMMPACT untuk mencari metode pengukuran AKI yang lebih murah dan lebih praktis disbanding metode pengukuran yang sekarang ini dilakukan.

Untuk mendapatkan data kelangsungan hidup saudara perempuan dari semua perempuan usia reproduksi, IMMPACT melalui dr. Nurul mengajukan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit danpuskesmas sebagai satu alternative tempat pengambilan sampel. Dengan pendekatan ini, petugas pengumpul data tidak harus mengunjungi semua sampel rumah tangga yang letaknya sangat tersebar di masyarakat. Sebagai uji-coba, IMMPACT menggunakan rumah sakit daerah dan lima puskesmas terpilih di Kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang sebagai tempat pengambilan sample perempuan usia reproduksi. Sebagai responden adalah perempuan usia reproduksi pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan bukan pasien rawat inap. Uji coba pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan (19 juli-agustus 2004) dengan jumlah responden 2.985 perempuan.

Hasil uji-coba menunjukan bahwa dari variable social ekonomi yang terkait dengan Angka Kematian Ibu, pengunjung rumah sakit dan pengunjung puskesmas Serang Kota cenderung berasal dari kelompok masyarakat dengan tingkat social-ekonomi yang lebih tinggi dibanding masyarakat kebanyakan di Provinsi Banten. Namun demikian, pengunjung perempuan usia reproduksi di empat puskesmas yang lain ternyata dari tingkat social ekonomi sebanding dengan masyarakat kebanyakan di provinsi banten. Hasi uji coba menyimpulkan bahwa puskesmas-puskesmas di kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang amat potensial sebagai tempat pengambilan sampel survey perempuan usia reproduksi untuk mendapatkan data kelangsungan hidup saudara perempuan, tidak saja pengunjung yang mewakili masyarakat kebanyakan, tetapi juga jumlah pengunjung yang relatif banyak dan rendahnya angka penolakan pengunjung untuk berpartisipasi dalam survei.

Fokus penelitian IMMPACT bukan hanya di fasilitas kesehatan melainkan juga di masyarakat. Untuk mendapatkan mekanisme pelaporan dan pencacatan kematian yang lebih baik, IMMPACT melalui Dra. Evi Martha, M.kes. melaporkan hasil penelitian kualitatif tentang faktor penghambat dan pemudah pelaporan kem,atian oleh masyarakat di Desa Sentul,kecamatan kragilan, kabupaten serang dan desa bulagor,kecamatan pagelaran, kabupaten pandeglang hasil penilitian menunjukan bahwa selama ini anggota masyarakat umumnya sudah melaporkan kematian yang terjadi dikeluarganya,namun tidak konsisten kepada siapa dengan cara bagaimana kematian tersebut dilaporkan. Pihak yang menerima laporan kematian bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari penjaga mesjid, kader, bidan, kedua RT, dukun bayi, dan tokoh masyarakat sampai ke desa. Mereka yang menerima laporan kewmatian ini ternyata tidak melaukan pencacatan tertulis secara sistematis.alasan mendapat bantuan, diumumkan ke anggota masyarakat yang lain dan untuk mendapatkan surat keterangan. Sebagian besar masyrakat ternyata melaporkan kematian ke mesjid. Ketidaktahuan dan kekurangan pedulian masyrakat dan petugas merupakan penghambat. Sedangkan kebiasaan melapor kematian merupakan peluang untuk melaporkan kematian oleh masyrakat.

IMMPACT melaui dr. Asri Adisassmita, MPH, ph.D menyajikan kemungkinan data nyaris mati dan kebutuhan obstetrik yang tidak terpenuhi untuk penyelamata n ibu situasi gawat obstetrik dan tindakan besar obstetrik merupakan peristiwa-peristiwa yang dekat dengan kematian ibu .ibu nyaris mati diartikan sebagai ibu dengan komplikasi obstetrik yang mengancam jiwa yang berhasil hidup karena faktor kebetulan atau karena perawatan yang baik.dari frekuensi kejadian.jumlah nyaris mati lebih banyak dibanding dengan kematian sehingga nyaris mati berpotensi digunakan sebagai indikator. Namun masalah yang masih dihadapi adalah pengembangan kriteria yang cocok untuk menentukan apakah seseorang ibu dengan komplikasi obstetrik yang bagaimana layak untuk dimasukkan dalam kategori nyaris mati.dalam konteks yang setempat, kriteria nyaris mati sementara ini dikembangkan melalui data yang ada dan diskusi panel ahli dalam rumah sakit yang bersangkutan.

Sedangkan konsep unmeet obstetric need merujuk kepada satu situasi komplikasi obstetrik tetapi tidak mendapatkan pelayanan tindakan besar obstetrick.jadi unmeet obstetric need menunjukan suatu kesenjangan antara kebutuhan tindakan pelayanan di satu pihak dan tindakan pelayanan di pihak yang lain.

Salah satu upaya menangani kematian ibu hamil, departemen kesehatan republik indonesia bekerjasama dengan WHO, UNICEF, dan UNDP. Sejak tahun 1990-1991 melaksanakna kegiatan yang dikenal sebagai program safemotherhood. Dalam kegiatan tersebit dilakukan intervensi yang disebut 4 pilar safemotherhood:

1.Keluarga berencana

2.Pelayanan antenatal

3.Persalinan yang aman

4.Pelayanana kebidanan esensial

C.FAKTOR RESIKO TERJADINYA MASALAH KESEHATAN

Faktor-faktor resiko untuk ibu hamil diklasifikasi:

1.Faktor-faktor reproduksi

a.Usia

b.Paritas

c.Kehamilan yang tak diinginkan

2.Faktor-faktor akibat komplikasi kehamilan

a.Perdarahan pada abortus spontan

b.Kehamilan ektopik

c.Perdarahan pada trimester 3 kehamilan

d.Perdarahan postpartum

e.Infeksi pada saat nifas

f.Gestosis

g.Distosia

h.Abortus propokatus

3. Faktor-faktor pelayanan kesehatan

a.Kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan maternal

b.Asuhan medis yang kurang baik

c.Kekurangan tenaga terlatih dan obat-obatan esensial

4.Faktor-faktor sosial budaya

a.Kemisikinan sehinnga tidak mampu membayar pelayanan yang baik

b.Ketidaktahuan

c.Kesuliatan transportasi

d.Status wanita yang rendah dan mersa rendah diri

e.Pantang makan tertentu saat hamil

Faktor-faktor resiko untuk balita adalah:

1.Peranan nutrisi yang kurang sehat karena :

a.Kemisikinan

b.Ketidak tahuan

2.Perilaku tidak sehat misalnya:

a.Tempat dan bahan permainan yang kotor dan berbahaya contoh:

1)Mandi di sungai yang kotor

2)Bermain diatas tanah tanpa alas kaki serta bermain tanah kotor atau bermain ditempat yang kotor

3)bahan permainan yang tajam atau berbahaya, miisalnya permainan kendaraan, kapal mainan, dan lain-lain secara tradisional dengan bahan yang tajam

4)bermain tanpa memperhatikan waktu dan kondisi udara yang panas terik.

5)membeli makanan dan kue dijalanan yang tidak higinis dan mengandung bahan berbahaya dan beracun, (B-3)seperti dawet dan air mentah, minuman dengan pewarna yang mengandung bahan berbahaya dan lain-lain

b.Membersihkan gigi tidak memperdulikan waktu dan cara bersikat gigi yang benar.

 

Referensi
1.    Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
2.    Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
3.    Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
4.    Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta
5.    Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
6.    Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

http://mulkasem.blogspot.com/

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com