Pengertian
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka.
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984).
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989).
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.
Kriteria KLB
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:
1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), seperti contoh berikut:
3. Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah dengue
· Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
· Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih sebagai KLB.
· Keracunan makanan
· Keracunan pestisida
Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.
Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Herd immunity adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Daya tahan kelompok atau masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi. Kekebalan kelompok diakibatkan dari menurunnya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut kebal terhadap penyakit itu.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.
Wabah terjadi karena 2 keadaan :
• Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.
• Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.
Penanggulangan KLB
Untuk melaksanakn penanggulangan KLB dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya :
a. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB)
Upaya pencegahan dan penanggulangan KLB sejak awal atau sedini mungkin dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan, berupa : pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Melalui kegiatan pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.
b. Tim Gerak Cepat(TGC)
Terdiri dari sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epidemiologi. Kegiatan yang dilakukan sesegera mungkin melakukan tindakan penanganan terhadap kasus yang terjadi di dalam masyarakat,agar kasus tersebut tidak semakin meluasdan melakukan pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya, dengan melakukan tindakan : Pengamatan dan Pencarian penderita lain yang keluarga. Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.
Penyelidikan Wabah (epidemiologi)
Kegiatan penyelidikan wabah meliputi :
1. Menetapkan Terjangkitnya Keadaan Wabah
Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Pada penerapannya, pada sistem kesehatan perlu ddilakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit tersebut..
2. Melakukan Investigasi Wabah
Pada langkah investigasi yang pertama dilakukan penegakan dagnosa dari penyakit yang menjadi wabah tersebut dengan mendefinisikan kasus. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Penegakan diagnose yang utam dengan dilakukan pemeriksaan labolatorium. Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
(1) kasus suspek (suspected case, syndromic case),
(2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan
(3) kasus pasti (confirmed case, definite case).
Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan mengurangi positif palsu.
Langkah selanjutnya dengan dilakukan penentuan apakah peristiwa tersebut suatu letusan wabah atau bukan. Hal ini dilihat berdasarkan penyebab terjadinya wabah. Pada investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara dan epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah.
Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:
(1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);
(2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan);
(3) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa;
(4) Faktor-faktor risiko;
(5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit);
(6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi tersebut dugunakan untuk membandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB dan membandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya. Inti dari pertanyaan yang diajukan adalah mengenai waktu (kapan mulai sakit), tempat (dimana penderita mendapatkan infeksi), orang (siapa yang terkena, informasi yang diambil adalah gender, umur, imunisasi).
Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah, distribusi penderita.
Hipotesa digunakan untuk mengarahkan pada penelitian lebih lanjut.
Hipotesis yang diterima, dapat menerangkan pola penyakit :
(a) Sesuai dengan sifat penyebab penyakit,
(b)Sumber infeksi,
(c) Cara penularan,
(d)Faktor lain yang berperan.
3. Melaksanakan Penanganan Wabah
Setelah data mengenai investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan. Makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan cara penanggulangan yang paling efektif dan melakukan surveilence terhadap faktor lain yang berhubungan..
Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut:
(1) Mengeliminasi sumber patogen;
(2) Memblokade proses transmisi;
(3) Mengeliminasi erentanan.
Eliminasi sumber patogen mencakup:
(1) Eliminasi atau inaktivasi patogen;
(2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);
(3) Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya);
(4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya);
(5) Pengobatan kasus.
Blokade proses transmisi mencakup:
(1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator);
(2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet;
(3) Pertukaran udara/ dilusi;
(4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara;
(5) Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).
Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup:
(1) Vaksinasi;
(2) Pengobatan (profilaksis, presumtif);
(3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”);
(4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).
Hal terkhir dan merupakan hal terpenting dalam penanganan wabah adalah menentukan cara pencegahan di masa yang akan datang.
4. Menetapkan Berakhirnya Wabah
Penetapan berakhirnya wabah berdasarkan informasi tentang terjadinya wabah dari laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi. Jika kasus yang terjadi menurun maka dapat dikatakan bahwa penanganan wabah berhasil dan dapat segera dilakukan penetapan berkahirnya wabah.
5. Pelaporan Wabah
Pada akhir kegiatan dilakukan pelaporan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penyelidikan epidemiologi, dengan format yang terdiri dari:
(1) Pendahuluan,
(2) Latar belakang,
(3) Uraian tentang penelitian yang telah dilakukan,
(4) Hasil penelitian,
(5) pembahasan,
(6) kesimpulan, dan
(7) Tindakan penanggulangan,
(8) Dampak-dampak Penting,
(9)rekomendasi.
Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa di masa mendatang. Selain itu juga berguna untuk perencanaan-perencanaan program, pelaksanaan rencana penanggulangan wabah itu sendiri.
http://emiliadiasri.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar