BAB I
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami bangsa Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat luas bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan aspek lainnya. Krisis ini telah membawa penderitaan bagi bangsa Indonesia, terutama bagi masyarakat miskin yang semakin miskin, ditambah lagi utang luar negeri yang sangat besar yang merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru.
Jika dilihat dari sudut pandang politik dan ketatanegaraan melalui sistem sentralisasi dan hegemoni negara atas seluruh aspek kehidupan bernegara, kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru diarahkan secara strategis sebagai upaya penaklukan dan stabilitas yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan. Pada masa ini dapat dikatakan hanya mempersiapkan struktur kekuasaan hirarkis yang menguasai satuan-satuan kewilayahan dan wilayah privat atau pribadi.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, pembangunan tidak didasarkan pada permasalahan strategis rakyat, melainkan atas dasar kebutuhan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional melalui suatu regulasi terpusat yang komprehensif dan bertahap. Pertumbuhan ekonomi nasional diharapkan mampu menetes ke daerah-daerah dengan sendirinya {tricle down effect). Kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru di atas merupakan suatu indikator atau penyebab terjadinya krisis multidimensional yang dialami bangsa Indonesia.
Dampak dari krisis yang dialami bangsa Indonesia sejak tahun 1997 yang paling nyata yakni kehidupan masyarakat miskin yang semakin miskin. Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa. Dimana kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkadang malah membuat hidup masyarakat makin terasa sulit dari segi ekonomi khususnya, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadai dalam kehidupan sehari-hari. Yang sering terjadi ketika kelompok masyarakat hidup dalam bayang-bayang kemiskinan, mereka menjadi terpinggirkan, bahkan terabaikan.
Kemiskinan merupakan permasalahan yang harus segera tuntas karena keadaan kemiskinan membuat bangsa Indonesia menjadi lemah dan tidak bermartabat. Kondisi kemiskinan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia sejak periode 1996-2006 mengalami beberapa fluktuasi, yaitu tampak pada tabel di bawah ini;
* Tabel sengaja tidak ditampilkan *
Dari tabel garis kemiskinan dan penduduk miskin di atas, dapat kita lihat bahwa persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun kalau dilihat dari segi kuantitas atau jumlah masyarakat, baik di desa maupun di kota terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin luas antara yang miskin dengan yang kaya, sebab seperti yang telihat dalam tabel di atas laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Dalam masa krisis masyarakat miskin sangat sulit untuk bangkit karena ketidakberdayaan masyarakat itu sendiri. Hal ini khususnya terjadi pada masyarakat pedesaan, karena potensi yang ada pada masyarakat desa umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat kota, terutama dari segi sumber daya manusianya sehingga masyarakat desa tidak memiliki kemampuan yang baik untuk membangun walaupun didukung sumber daya alam yang melimpah.
Masalah kemiskinan hanya dapat di tuntaskan apabila pemerintah melakukan kebijakan serius yang memihak kepada masyarakat miskin. Namun kebijakan yang dibuat justru sering kali kurang memihak kepada masyarakat miskin, sehingga semakin memperburuk kondisi masyarakat miskin bahkan menyebabkan seseorang yang tidak miskin menjadi miskin. Dan pada dasarnya, permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun pada kenyataannya, penanganan selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal, terutama pada kawasan pedesaan. Kerelawanan social dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistematik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Selama ini, banyak program pembangunan dari pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kasus kemiskinan. Program tersebut seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Kompensasi BBM, dan Iain-lain. Namun dari program-program tersebut tidak ada yang efektif, karena masyarakat hanya menerima bantuan langsung dan tidak ada partisipasi aktif dari masyarakat itu sendiri dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kondisi kehidupan mereka.
Yang menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan adalah isu jender, dimana peranan perempuan agak dikesampingkan sehingga mereka tdak dapat menyalurkan potensi yang mereka miliki terutama untuk peningkatan taraf hidup mereka. Selama ini yang terjadi adalah kondisi sosial yang sangat menonjolkan peran laki-laki. Laki-laki dianggap kaum yang derajatnya lebih tinggi dari pada perempuan, sehingga laki-laki memiliki hak yang lebih besar baik dalam mengatur rumah tangga, memperoleh pendidikan, mengeluarkan pendapat, maupun dalam pengambilan keputusan. Hal ini tentunya menyebabkan perempuan menjadi kaum marjinal yang selalu terpinggir dan tergusur.
Emansipasi wanita yang selama ini terkondisi sedikit banyak membantu perempuan untuk tetap eksis, akan tetapi perempuan masih saja terikat kepada norma-norma patriarkhi yang sangat mengikat dan membuat wanita harus berusaha ekstra keras untuk mendapat posisi dan menjadikan tugas dan peranan yang banyak. Permasalahan gender sebenarnya bertumpu pada ketidaksetaraan dan ketidakadian peran dan beban antara laki-laki dengan perempuan sehingga menghambat proses pembangunan yang berakhir pada kemiskinan.
Jadi salah satu cara untuk mencapai pembangunan yang baik dalam pengentasan kemiskinan adalah dengan memberdayakan perempuan dan adanya kesetaraan peranan dan beban antara laki-laki dengan perempuan dalam segala aspek kehidupan.
Menjawab tantangan tersebut, dalam penanganan masalah kemiskinan yang dialami masyarakat Indonesia dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat tersebut, maka presiden telah mengeluarkan Perpres No. 54 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang bertugas untuk merumuskan langkah-langkah kongkrit dalam penanggulangan kemiskinan. Pada sidang kabinet tanggal 7 September 2006, presiden menetapkan kebijakan pemerintah untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui pemberdayaan masyarakat. Pada tanggal 12 September 2006 Menko Kesra, Menko Perekonomian dan menteri-menteri terkait sepakat "Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)" sebagai instrumen dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.
Ditindaklanjuti Menkokesra mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk alokasi dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), Mendagri minta Gubernur, Bupati/Walikota menyampaikan usulan lokasi, Bappenas merancang pendanaam PNPM. Presiden RI kemudian menyempurnakan nama PNPM menjadi PNPM-Mandiri.
Dalam pelaksanaannya, banyak daerah yang menjadi sasaran PNPM-Mandiri baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program untuk pemberdayaan masyarakat kota yang lebih di kenal dengan P2KP, sedangkan untuk masyarakat desa dinamakan PNPM Mandiri Pedesaan.
Seiring dengan pelaksanan PNPM Mandiri Pedesaan, Desa X merupakan salah satu desa yang menjadi target dari PNPM Mandiri Pedesaan, yang terletak di Kecamatan X, Kabupaten X. Desa X memiliki potensi alam yang cukup baik untuk peningkatan ekonomi masyarakatnya. Dengan kehadiran PNPM Mandiri Pedesaan, kemampuan masyarakat dalam mengolah sumber daya alam tersebut seyoigianya akan semakin baik, sehingga berpengaruh pula terhadap peningkatan taraf hidup masyarakatnya.
Di Desa X telah dibentuk suatu program yang bernama Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan yang ada di desa tersebut. Simpan Pinjam Perempuan ini dibentuk seiring hadirnya PNPM Mandiri.
Dalam pelaksanaan PMPN MP secara umum masalah yang sering terjadi yang menyebabkan pelaksanaan PNPM MP tidak berjalan dengan baik yakni adanya kendala pada rendahnya partisipasi dari masyarakat yang terlibat di dalamnya, kemudian pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (Studi Pada Simpan Pinjam Perempuan/SPP di Desa X”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : "Bagaimanakah Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Simpan Pinjam Perempuan/SPP di Desa X?"
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yakni:
1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Desa X
2. Untuk mengetahui partisipasi perempuan dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa X.
3. Untuk mengetahui isu gender yang terjadi dalam pelaksanaan PNPM MP di Desa X.
4. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi Kelompok Simpan Pinjam Perempuan Di Desa X.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Secara subyektif, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas X.
2. Secara akademis, sebagai referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data, dan teknik pengumpulan data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi, misi dan struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi data-data yang ada pada bab sebelumnya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar