Bab I
Pendahuluan
I.l Latar Belakang
Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multidimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik (SULASDI, 2006).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu.
Sejalan dengan hal tersebut di atas dan dengan semangat otonomi daerah yang dituangkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disempurnakan lagi oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, sistem pemerintahan di Indonesia berubah dari sistem sentralistis menjadi desentralistis sehingga untuk setiap daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya di dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Tetapi sebenarnya desentralisasi mengandung resiko, salah satunya adalah masalah pemerataan. Untuk melaksanakan pembangunan yang secara adil dan merata, isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin.
Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan pembangunan suatu wilayah tergantung pada kegiatan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Kunci desentralisasi yang sukses adalah sikap dan perilaku pemerintah pusat yang menjamin desentralisasi berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat sehingga kesepakatan sosial harus dibuat. Kesepakatan itu adalah bahwa sebagai warga negara Indonesia berhak atas pembangunan baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. Standar pembangunan manusia yang menjadi kesepakatan antara lain berhak untuk bisa membaca dan menulis, untuk hidup sehat, untuk bisa mendapatkan penghasilan yang layak, untuk mendapat rumah yang memadai, dan untuk hidup sebagai satu bangsa dengan damai dan aman. Diharapkan dengan desentralisasi atau yang lebih populer disebut otonomi daerah dapat memotivasi daerah-daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota untuk lebih memprioritaskan mengurangi kemiskinan dan mempersiapkan diri dalam sumberdaya manusia yang handal.
Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia mempublikasikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada saat ini IPM dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia.
Sejak diterbitkan dan dipublikasikan IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat sebagai alat ukur tunggal dan sederhana. IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah.
Publikasi tentang IPM memberikan semangat terhadap propinsi-propinsi bahkan kabupaten/kota dengan melakukan hitungan IPM untuk kepentingan daerahnya. Upaya untuk menghitung IPM sampai ke tingkat kabupaten/kota sangat penting karena proses desentralisasi yang berjalan di Indonesia memindahkan sebagian besar proses pembangunan ke tangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Untuk itu, tentu dibutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi setempat dengan dukungan data yang lebih memadai bagi semua kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti daerah pada umumnya, dengan adanya desentralisasi pembangunan di Kota X tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia juga merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi pembangunan itu sendiri. Pemerintah Kota X melalui misi dan agenda-agenda pembangunannya secara eksplisit telah melaksanakan pembangunan manusia. Upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai sumberdaya dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan ekonomi maupun aspek non fisik dalam hal ini agama dan budaya.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan masyarakat rendah. Kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial. Aspek ekonomi antara lain adalah kepemilikan lahan, kualitas rumah, pendapatan keluarga, pengeluaran kesehatan sedangkan aspek sosial dapat dilihat dari hal-hal seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, kesehatan ibu dan balita dan lain-lain.
Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, sebagai contoh hal ini tercermin dari tabel sebagai berikut.
* tabel sengaja tidak ditampilkan *
Tabel I.1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai IPM yang merupakan hasil pengukuran keberhasilan pembangunan manusia tidak serta merta diikuti dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan hitungan nilai IPM tersebut.
Hitungan dan publikasi IPM di X yang telah dilakukan sejak XXXX sampai dengan sekarang menunjukkan peningkatan. IPM tersebut di X digunakan sebagai patokan dasar dalam perencanaan pembangunan. Sedemikian penting IPM tersebut, sehingga sudah seharusnya hitungan IPM dilakukan dengan data yang selalu diperbaharui dan akurat. Peran IPM sebagai alat ukur pembangunan akan lebih terlihat bila dilengkapi dengan data basis dan hitungan yang benar sampai ke wilayah terkecil dan tidak mengabaikan kondisi kemiskinan, sehingga diharapkan perencanaan pembangunan akan benar-benar memihak masyarakat tanpa terkecuali.
I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang dimaksudkan adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang telah diimplementasikan pada periode sebelumnya. Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah.
Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan:
(1) Bagaimana implementasi hitungan IPM riil di Kota X?
(2) Bagaimana kondisi IPM riil di X?
(3) Bagaimana korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di X?
I.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di Kota X.
Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah:
(1) Mengkaji hitungan IPM di Kota X.
(2) Mengkaji kondisi kemiskinan di X berdasarkan peningkatan IPM.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari pendidikan program Magister Studi Pembangunan dan diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
(1) Sebagai bahan masukan bagi proses perencanaan pembangunan di Kota X. Bahan masukan yang tepat dapat membawa kearah perubahan yang diinginkan yaitu pembangunan yang tepat sasaran, merata, berhasil dinikmati masyarakat dan berkelanjutan adalah yang diharapkan oleh masyarakat.
(2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota X untuk menentukan kebijakan pembangunan yang berkaitan kepada capaian IPM yang sebenarnya.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:
(1) Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah penelitian meliputi wilayah administrasi Kota X.
(2) Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian meliputi:
(i) Hitungan IPM berdasarkan indikator-indikatornya yaitu pendidikan, kesehatan, pendapatan (daya beli). (ii) Pembangunan yang terkait dengan pencapaian IPM yaitu pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pembangunan ekonomi. (iii) Keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di wilayah X.
(3) Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei XXXX
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung ulang nilai IPM dengan menggunakan metode hitungan IPM yang lazim digunakan oleh BPS. Metode kualitatif digunakan sebagai penunjang data dari metode kuantitatif.
Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif dilakukan dengan cara studi dokumen dan wawancara.
I.6 Sistematika Penulisan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang penulisan tesis ini, sistematika penulisan tesis dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian yang meliputi perumusan permasalahan, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan tesis secara umum.
Bab II Konsep Pembangunan, Konsep Tolok Ukur Pembangunan, dan Konsep Kemiskinan
Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian, konsep-konsep dan definisi-definisi yang menunjang penelitian dan menjadi literatur dasar dalam melaksanakan penelitian, meliputi konsep pembangunan, konsep tentang IPM, dan konsep kemiskinan.
Bab III Pelaksanaan Penelitian
Bab ini menguraikan secara rinci cara dan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode yang dianggap mampu membantu menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV Gambaran Umum Kota X
Bab ini menguraikan secara jelas gambaran umum Kota X secara administratif dan geografis, kondisi pemerintahan dan kinerja pemerintahan, kondisi sosial ekonomi serta kondisi kecamatan yang ada di wilayah X.
Bab V Identifikasi dan Analisis Korelasi Hitungan Indeks
Pembangunan Manusia dan Kondisi Kemiskinan Kota X
Bab ini menguraikan analisis dan pembahasan tentang implementasi hitungan IPM sebenarnya di Kota X, keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di X dan program-program pemerintah yang mendukung pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang ringkasan hasil analisis implementasi hitungan IPM di Kota X dan memberikan bahan masukan bagi perencanaan pembangunan di Kota X dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar