I. Pendahuluan
Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia belm berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.
Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan
Menurut The Centers for Disease Control (CDC) Surveilans kesehatan masyarakat adalah “The ongoing systematic Collection, analysis and interpretation of Health data essential to the planning, implementation, and evaluation of public health practice, closely integrated with the timely dissemination of these data to those who need to know. The final link of the surveillance chain is the application of these data to prevention and control.
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
Sedangkan menurut Prof.Nur Nasry Noor (1997) Guru Besar Epidemiologi FKM Unhas mengatakan bahwa “Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu. Baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.”
Surveilans Kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri mencakup masalah borbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi, Peny. Menular, Peny. Tidak menular, Demografi,Pelayanan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa factor risiko pada individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Demikian pula perkembangan Surveilens Epidemiologi dimulai dengan surveilens penyakit menular, lalu meluas ke penyakit tidak menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain.
Bahkan baru-baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai Surveilens Epidemiologi yang menyangkut perkembangan istilahnya, elemen-elemennya, penggunaannya, kerjasama internasional dan pelaksnaannya di Indonesia.
II. Perkembangan Istilah Surveilens
Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveillance” mula-mula arti yang diberikan kepada “Surveillance” ialah satu macam observasi dari seorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berupa pengawasan medis, tanpa mengawasi beberapa kebebasan bergerak dari orang atau orang-orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama dilakukan pada penderita-penderita penyakit menular yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan sifilis. Lamanya observasi sama dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud sebenarnya dari pengamatan seperti ini ialah supaya dengan segera dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada kasus-kasus yang dicurigai itu.
Arti dari “Surveillance” berkembang dan lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950 istilah “Surveillance” dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja. Pada waktu mulai dijalankan program-program pemberantasan penyakit, penyakit malaria, patek, cacar dan “urban yellow fever”. Cara untuk mengetahui kemajuan dari program-program tersebut dengan melihat menurunnya jumlah peristiwa dan dimana terdapat peristiwa-peristiwa tersebut. Karena “Surveillance” ini memerlukan ilmu epidemiologi, maka kemudian ia disebut “Epidemiological Surveillance”, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Surveilens Epidemiologi.
Dengan demikian Surveilens Epidemiologi mencakup keterangan-keterangan mengenai penderita, tempat, waktu, keadaan vektor dan faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan penyakit. Perlunya keterangan-keterangan yang banyak itu disebabkan oleh berubahnya pendapat tentang patogenesis penyakit menular.
Mula-mula orang berpendapat bahwa penyakit menular disebabkan oleh hanya satu faktor saja yaitu kuman, tetapi sekarang orang berpendapat sebagai berikut: walaupun kuman diperlukan untuk menimbulkan suatu infeksi, beradanya kuman tersebut dalam tubuh tidak mutlak harus menimbulkan satu penyakit atau menularkan penyakit tersebut lebih lanjut. Faktor-faktor lain seperti dosis dari infeksi, macam dan lamanya penularan, keadaan umum dan gizi dari penderita, cara hidup penderita dan lingkungannya ikut menentukan terjadinya penyakit.
Dalam pemberantasan malaria tercampur kegiatan “Surveilens” dan peberantasan. Dalam perkembangannya, surveilens epidemiologi merupakan kegiatan tersendiri, yaitu mengumpulkan, menganalisa data dan menyebarluaskan informasi atas dasar hasil analisa tersebut kepada yang berkepentingan, ini merupakan tugas penuh dari ahli epidemiologi dan ahli statistik.
Pada tahun 1968, World Health Assembeley (W.H.A) XXI mengadakan diskusi teknis mengenai “National and Global Surveilance of Communicable Diseases”.
Sebelum tahun 1968 telah dilaksanakan Surveilance Epidemiologi pada beberapa negara. Namun bahan-bahan yang dibicarakan dalam diskusi tersebut sebagian besar berasal dari Atlanta dan Praha.
Definisi Epidemiologi yang dikemukakan oleh Langumuir dari Atlanta adalah sebagai berikut:
“Surveilance might be defined as the exercise of continous scrutiny of and watchfullness over distribution and spread of infectious and factors relating there to, of sufficient accuracy and completeness to be pertinent to effective control.”
Definisi untuk Karel Paska dari Praha adalah sebagai berikut:
“Surveilance can be defined as the epidemiologi study of disease as the dynamic proces involving the ecology of the infectious agent, the host, the reservoirs and the vectors, as well as the complex mechanism concerned in the pread of invection and the exten to wich this spread wil occur. The purpose of surveillance is to use all appropriate epidemiological and other methods as a guide to the control of disease.” Dalam diskusi teknis dikemukakan pula beberapa definisi lain, yang berbeda satu sama lain tergantung pada penyakit yang hendak diamati dan dimana meletakkan titik beratnya. Namun dari bermacam-macam definisi tersebut terdapat 3 ciri khas yaitu :
1. Pengumpulan data epidemiologi secaara sistematis dan teratur secara terus- menerus.
2. Pengolahan, analisa dan interpretasi data tersebut yang menghasilkan suatu informasi.
3. Penyebaran dari hasil informasi tersebut kepada orang-orang atau lembaga yang berkepentingan.
4. Menggunakan informasi tersebut dalam rangka memantau, menilai dan merencanakan kembali program-rogram atau pelayanan kesehatan.
III.Unsur-Unsur dari Surveilens Epidemiologi
Data yang harus dikumpulkan berasal dari bermacam-macam sumber dan berbeda-beda diantara satu negara dan negara yang lain. Sumber-sumber tersebut disebut unsur-unsur Surveilens Epidemiologi.
Unsur-unsur Surveilens Epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular adalah sebagai berikut:
1. Pencatatan Kematian
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke Kantor Kelurahan seterusnya ke Kantor Kecamatan dan Puskesmas dan dari Kantor Kecamatan dikirim ke Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II. Untuk meningkatkan kelengkapan data kematian telah dilakukan Studi Epidemiologi Bekasi; dan studi Mortalitas di Jakarta. Pada beberapa daerah tertentu Amil yaitu yang memandikan mayat berperan dalam melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengakapan pencatatan kematian, yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis oleh dokter. Unsur ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan.
2. Laporan Penyakit
Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman, “cyclic, atau secular”. Dengan demikian kita mengetahui pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi letusan pada daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana mungkin, variabel “orang” cukup nama dan umurnya; variabel tempat, cukup alamatnya. Tentu yang penting dicatat diagnosa penyakit dan kapan mulai timbulnya penyakit tersebut.
3. Laporan Wabah
Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah, dll. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat dan orang, penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebaba penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit Diabeties Mellitus, dll.
5. Penyakit Kasus
Penyelidikan kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit yang belum umum diketahui yang terjadi pada seorang atau lebih individu.
6. Penyelidikan Wabah
Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa, maka perlu diadakan penyelidikan wabah di tempat dimana bila diadakan analisa data sekunder, dapat diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosa klisis, diagnosa laboratoris disamping penyelidikan epidemi di lapangan.
7. Survey
Survey ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalens penyakit. Dengan ukuran ini diketahui luas masalah penyakit tersebut. Bila setelah disurvey pertama dilakukan pengobatan terhadap penderita, maka dengan survey kedua dapat ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut.
8. Penyelidikan tentan distribusi dari vektor dan reservoir penyakit
Penyakit zoonosis terdapat mannusia dan binatang; dalam hal ini binatang dan manusia merupakan reservoir. Penyakit pada binatang diselidiki oleh dokter. Penyakit malaria ditularkan oleh vektor nyamuk anopheles, dan penyakit demam berdarah ditularkan oleh vektor Aedes Aegypti. Vektor-vektor tersebut perlu diselidiki ahli entomologi untuk mengetahui apakah mengandung kuman malaria, atau virus dari demam berdarah.
9. Penggunaan Obat-obatan, Sera dan Vaksin
Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-bahan terssebut, yaitu mengenai banyaknya, jenisnya dan waktunya memberi petunjuk kepada kita mengenai masalah penyakit. Disamping itu dapat pula dikumpulkan keterangan mengenai efek sampingan dari bahan-bahan tersebut.
10. Keterangan tentang Penduduk serta Lingkungan
Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”. Persediaan bahan makanan penting diketahui apakah ada hubungan dengan kekurangan gizi, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisa epidemiologis. Data atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lembaga non kesehatan.
Dari 10 macam itu, seorang epidemiologis mendapat keterangan untuk mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi suatu penyakit.
Tentu saja tidak semua (10) unsur itu digunakan untuk surveillens seluruh penyakit; misalnya untuk cacar penting untuk no.1 dan no.2; untuk salmonella diperlukan unsur no.4; harus dibedakan antara pengertian surveilens dan riset. Riset adalah usaha mencari informasi baru dalam rangka pengobatan pencegahan dan promosi kesehatan; dalam hal ini perlu dibuat suatu disain penelitian yang bukan merupakan suatu kerja yang rutin. Tetapi “Surveilens Epidemiologi” merupakan suatu kegiatan yang rutin. Yang mungkin menghasilkan informasi yang biasa atau luar biasa. Bila terjasi hal yang “luar biasa”, disinilah letak kepentingan Surveilens Epidemiologi itu.
IV. Kegunaan Surveilens Epidemiologi
Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk:
1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit.
2. Untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas.
3. Untuk meramalkan terjadinya wabah.
4. Untuk menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dll.
5. Untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan.
V. Pelaksanaan Survelens Epidemiologi di Indonesia
Sudah sejak lama diadakan kerjasama internasional di bidang penyakit karantina (cacar, kolera, tipes, pes, relapsing fever, demam kuning dan demam balak-balik yang diatur oleh “International Sanatary Regulations (ISR)”.
Prinsip yang digunakan ialah penukaran dan pengumpulan data tentang penyakit karantina itu. Karantina disebut juga melaksanakan dan mengawasi bidang administratif dari ISR disamping mengumpulkan data. Dengan adanya karantina internasional itu, kini sudah mempunyai wadah untuk menjalankan surveilens penyakit menular di dunia. Hanya daftar penyakit yang termasuk dalam penyakit karantina sudah perlu berubah. Misalnya “relapsing fever” sudah hampir tidak ada, atau terdapat pada bagian dunia yang sangat terbatas. Sebaliknya muncul penyakit-penyakit lain yang pentingkarena sifat penalarannya. Akhir-akhir ini WHO sudah merubah daftar penyakit karantina, yaitu Singapura dan Australia tidak menjadi anggota ISR. Karena itu perlu dipertimbangkan kerjasama regional yang khusus antara negara tetangga kita, sehingga usaha-usaha Surveilens Epidemiologi dapat dijlankan dengan efektif.
Setelah diskusi Teknis WHO tahun 1968, pelaksanaan Konsep Surveilens Epidemiologi yang baru, dilaksanakan di Indonesia dengan dimulainya Seminar dan Lokakarya Surveillens Epidemiologi di Ciloto tahun 1969. Hasil dari Lokakarya ini antara lain merekomendasikan pelaksanaan Surveilens Epidemiologi di Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi, Kabupaten, bahkan sampai ke tingkat bawah. Penyakit-penyakit yang dianjurkan di bawah Survelens ini ialah cacar, kolera, malaria, frambusia, tbc, kusta dan penyakit kelamin. Mulai tahun 1972 penyakit cacar dinyatakan sudah terbasmi di Indonesia.
Lokakarya dan Seminar Surveilens Epidemiologi di Ciloto diadakan pada tahun-tahun berikutnya. Begitu pula diadakan penataran epidemiologi kepada petugas kesehatan dan pouskesmas pada beberapa Propinsi. Pada saat ini Departemen Kesehatan sudah menunjuk 1 Puskesmas dari suatu Kabupaten untuk melaksankan Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular.
Kepustakaan:
1. World Health Assembeley XXI; “National and Global SURVEILENS of Communicable Disease”, Geneva:WHO, 1968.
2. Lapau, Buchari: beberapa Kegiatan Akademik dan Kaitannya dengan Pembangunan Kesehatan. Suatu tinjauan Evaluasi Epidemiologi, Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Ilmu Epidemiologi FKM UI, tanggal 39 Oktober 1989.
3. Lapau, Buchari: Surveilens Epidemiologi. Unpublish 1996.
4. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/
5. http://himapid.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar