adf.ly

Rabu, 23 Februari 2011

PROMOSI K3 LABORATORIUM

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlakutahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satuprasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang danjasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasukbangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkanperlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi IndonesiaSehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yangpenduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satubentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

1.2. Rumusan Masalah
v  Adapun permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah :
  1. DASAR HUKUM K3 LABORATORIUM
  2. FASILITAS LABOATORIUM
    • Fasilitas-fasilitas yang harus ada dan  tersedia didalam ruangan Laboratorium Kesehatan
  3. MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (BAHAYA KERJA YANG MUNGKIN AKAN TERJADI) BAGI PARA PEKERJA DI LABORATORIUM KESEHATAN
    • Penggolongan besarnya bahaya
  4. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PARA PEKERJA DI LABORATORIUM KESEHATAN
    • Kecelakaan Kerja di Laboratorium Kesehatan dan Pencegahannya
    • Penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja di Laboratorium Kesehatan serta pencegahannya
  5. PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN KERJA MELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
    • Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control)
    • Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control)
    • Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control)
    • Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


  1. MANAJEMEN KESELAMATAN  DAN KESEHATAN  KERJA DI LABORATORIUM KESEHATAN
    • Planning (Perencanaan)
    • Organizing (Organisasi)
    • Actuating (Pelaksanaan)
    • Controlling (Pengawasan)


1.3. TUJUAN PENULISAN    
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Promosi K3 pada mahasiswa Kesehatan Masyarakat semester VI serta untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana mempromosikan K3 diruangan Laboratorium Kesehatan serta apa-apa saja yang perlu di waspadai oleh para pekerja di Laboratorium Kesehatan dalam pekerjaanya tersebut.


1.4. METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam penulisan makalh ini adalah dengan mengumpulkan buku-buku tentang promosi K3 di ruangan Laboratorium kesehatan serta artikel-artikel dari internet.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dasar Hukum K3 Laboratorium Kesehatan
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengem-bangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di dalam ruangan Laboratorium Kesehatan, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus Pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Aanalais Kesehatan 2 melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Diantara sarana kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium kesehatan mempunyai risiko berasal dari factor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat.

Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan.

Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium Kesehatan.


2.2. Fasilitas Laboratorium
Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.

Ø  Fasilitas-fasilitas yang harus ada dan  tersedia didalam ruangan Laboratorium Kesehatan :
o   Disain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat.

o   Disain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.

o   Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.

o   Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung-bendung talam.

o    Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.

o   Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.

o   Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)


2.3. Masalah  Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Bahaya kerja yang mungkin akan terjadi) bagi para pekerja di aboratorium Kesehatan
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.

Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian, maka akan dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja yang berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

Ø  Penggolongan besarnya bahaya
. Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun gelas yang digunakan secara rutin.

·    Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam laboratorium dapat digolongkan dalam :
1.  Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak.
2.  Bahan beracun, korosif dan kaustik
3.  Bahaya radiasi
4.  Luka bakar
5.  Syok akibat aliran listrik
6.  Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7.  Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium

·    Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja (Bahaya Kerja yang mungkin akan terjadi) bagi para pekerja di Laboratorium   Kesehatan :

1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan.
Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

2.4.    Identifikasi Masalah  Kesehatan dan Keselamatan  Kerja

·    Kecalakaan Kerja di Laboratorium Kesehatan dan Pencegahannya
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

Ø  Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1.      Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2.       Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Ø  Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :
a.      Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b.     Lingkungan kerja
c.      Proses kerja
d.     Sifat pekerjaan
e.      Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena :
a.      Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b.     Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c.      Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d.     Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Ø  Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
  1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.

Ø  Akibat :
o   Ringan à memar
o   Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Ø  Pencegahan :
o   Pakai sepatu anti slip
o   Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
o   Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
o   Pemeliharaan lantai dan tangga


2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Ø  Pencegahan :
o   Beban jangan terlalu berat
o   Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
o   Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
o   Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya  Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium

Ø  Akibat :
o   Tertusuk jarum suntik
o   Tertular virus AIDS, Hepatitis B

Ø  Pencegahan :
o   Gunakan alat suntik sekali pakai
o   Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
o   Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup

4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Ø  Akibat :
o   Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian.
o   Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Ø  Pencegahan :
o   Konstruksi bangunan yang tahan api
o   Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
o   Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
o   Sistem tanda kebakaran :
 · Manual, yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera.
 · Otomatis, yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara  otomatis
o   Jalan untuk menyelamatkan diri
o   Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
o   Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

B. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan serta pencagahannya

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja.

Faktor Lingkungan kerja sangat  berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor
manusia juga (WHO).

Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); factor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptic pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; factor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)

1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.

Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Ø  Pencegahan :
1.   Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2.   Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3.   Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
4.   Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5.  Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar.
6.   Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
7.   Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8.   Kebersihan diri dari petugas.

2) Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.

Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan  mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

Ø  Pencegahan :
1.   ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk   diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2.   Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3.   Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4.   Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5.   Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.


3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,  cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.

Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara popular kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia.

Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)

4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1.   Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2.   Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang  perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3.   Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4.   Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5.   Terkena radiasi.

Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.


Ø  Pencegahan :
1.  Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2.  Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3.  Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4.  Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5.  Pelindung mata untuk sinar laser
6.  Filter untuk mikroskop

5) Faktor Psikososial

Ø  Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat       menyebabkan stress :

1.  Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan.
2.  Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3.  Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4.  Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informal.


2.5. Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control),
antara lain :
1.      UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
2.      UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3.      UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4.      Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5.      Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
6.      Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.


B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control), antara lain:
1.       Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
2.       Pengaturan jam kerja, lembur dan shift.
3.       Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
4.       Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan .
5.       Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

 C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control), antara lain :
1.        Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja.
2.        Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung).
3.        Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control), antara lain :
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.

 Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment) Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :

1. Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.

Ø  Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
o   Anamnese umum
o   Anamnese pekerjaan
o   Penyakit yang pernah diderita
o   Alrergi
o   Imunisasi yang pernah didapat
o   Pemeriksaan badan
o   Pemeriksaan laboratorium rutin
o   Pemeriksaan tertentu:
o   Tuberkulin test
o   Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

2.6. Manajemen Keselamatan  dan Kesehatan  Kerja di Laboratorium Kesehatan
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain (G.Terry). Untuk mencapai tujuan tersebut, dia membagi kegiatan atau fungsi manajemen menjadi :

A. Planning (perencanaan)
B. Organizing (organisasi)
C. Actuating (pelaksanaan)
D. Controlling (pengawasan)

A. Planning (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :

o   Apa yang dikerjakan
o    Bagaimana mengerjakannya
o    Mengapa mengerjakan
o    Siapa yang mengerjakan
o   Kapan harus dikerjakan
o   Di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium makin besar.
Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium.


B. Organizing (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.

Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja.

Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja Laboratorium yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1.      menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium.
2.      memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja laboratorium.
3.      memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium.
4.      memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium.
5.      mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium

Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan laboratorium dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat
(nasional).

Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminat tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium.

C. Actuating (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut.
 Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

D. Controlling (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a)      adanya rencana.
b)      adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.

v  Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
1.      memantau dan mengarahkan secara berkala praktekpraktek laboratorium yang baik, benar dan aman.
2.      memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam laboratorium.
3.      melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4.      mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium.
5.      melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut


BAB III
 PENUTUP


  1. KESIMPULAN

Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses manajemen umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan.

Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan, dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, menganalisa data, fakta dan informasi, merumuskan masalah serta menyusun program.

Fungsi berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan serta implementasi program. Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta pengendalian. Walaupun secara teoritis perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dipisah-pisahkan, tetapi sebenarnya ketiga hal tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan saling terkait.

Keputusan Analisis Dari siklus seperti tampak dalam diagram, kelihatan suatu proses manajemen merupakan siklus yang berkelanjutan. Bila menemui permasalahan, maka manajer yang bersangkutan akan menganalisis untuk mencari penyebab dan mencari cara pemecahan yang tepat. Kemudian dia membuat keputusan pemecahan permasalahan untuk dilaksanakan.

Selanjutnya dilakukan pemantauan dan evaluasi hasil yang dicapai. Hasil evaluasi ini dibandingkan dengan perencanaan. Kalau ada penyimpangan, maka dilakukan perbaikan
seperlunya.


  1. SARAN

Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera.

            Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.

Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.

Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.


KEPUSTAKAAN


§   Dalima DAW. Keselamatan Kerja di Laboratorium dan Lingkungan, Penataran Analis RS Pertamina, Jakarta, 1-14 Maret 1991.

§    Soemanto Imamkhasani. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1990.

§   Juli Soemarsono. Pengamanan Kerja dalam Laboratorium Klinik, Musyawarah Nasional I, Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia, Jakarta, April 1997.

§   Syukri Sahab MS. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penerbit PT. Sumber Daya Manusia, Jakarta 1997.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar