adf.ly

Sabtu, 02 April 2011

MAKALAH Perkembangan KB di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Masalah Kependudukan adalah masalah yang sangat penting bagi semua negara, karena seluruh program pembangunan bagi mata bangsa berdasarkan atas kenyataan kependudukan dari suatu bangsa.

Aspek-aspek kependudukan yang amat penting itu adalah antara lain :

1. jumlah besarnya penduduk

2. jumlah pertumbuhan penduduk

3. jumlah kematian penduduk

4. jumlah kelahiran penduduk

5. jumlah perpindahan penduduk

(bahan kuliah dan makalah kesehatan)

1. Teori Malthus

Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :

Ø Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia

Ø Nafsu manusia tak dapat ditahan.

Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.

Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung).

Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :

a. Preventive checks

Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint.Termasuk didalamnya antara lain :

a) Penundaan masa perkawinan

b) Mengendalikan hawa nafsu

c) Pantangan kawin

b. Positive checks

Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :

a) Bencana Alam

b) Wabah penyakit

c) Kejahatan

d) Peperangan

Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju. Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :

a. Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.

b. Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.

c. Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya

d. Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah.

Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.

2. Beberapa Pandangan Terhadap Teori Malthus

Bermacam-macam reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :

a. Teori Malthus salah sama sekali

Golongan ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :

1) Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara

2) Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.

3) Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.

4) Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana

5) Taraf pendidikan rakyat tidak sama

6) Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan

7) Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya

8) Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya

9) Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.

10) Masih banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan produksi bahan-bahan sandang pangan

Teori Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.

Teori Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa. Penganut golongan ini setuju dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi.

Pengikut Malthus ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak mungkin.

Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Pengikut-pengikut teori Malthus antara lain :

1) Francis Flace (1771 – 1854)

Pada tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.

2) Richard Callihie (1790 – 1843) Ia menulis buku yang berjudul “What Is Love”, apakah cinta itu menurut dia

- Mereka yang berkeluarga tidak perlu mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat dipelihara dengan baik.

- Wanita yang kurang sehat tidak perlu menghadapi bahaya maut karena kehamilan

- Senggama dapat dipisahkan dari ketakutan akan kehamilan

3) Pengikut yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)

Ia menulis buku yang berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap tingkah laku dan moral manusia”

4) Pengikut yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun 1825 – 1904. Ia berpendapat bahwa keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut anggapannya kontrasepsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.

RUMUSAN MASALAH

Mengidentifikasi Perkembangan KB di Indonesia

1. Sejarah KB di Indonesia

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia

2. TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan KB pada jurusan D3 Kebidanan Semester IV

3. MANFAAT

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui sejarah dan factor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SEJARAH KB

Keluarga Berencana sebagai salah satu usaha untuk mengatasi masalah kependudukan, pada umumnya orang berpendapat bahwa ide keluarga berencana tersebut adalah suatu hal yang baru. Pendapat yang demikian ini adalah tidak benar, sebab keluarga berencana (yang dimaksud disini mencegah kehamilan) sudah ada sejak jaman dahulu. Memang di Indonesia adanya keluarga berencana masih baru (abad XX) dibandingkan dengan negara-negara barat.

Dari uraian yang dikemukakan di atas timbullah pertanyaan “Kapankah terjadinya tanggal sejarah permulaan didudukkannya alat kontrasepsi sebagai sarana yang bersifat medis dan dilandasi keilmuan (ilmiah) ?

Sebagai jawaban dari pertanyaan di atas marilah kita ikuti uraian dibawah ini.

a. Perintis KB di Inggris (MARGARETH SANGER)

Keluarga berencana mula-mula timbul dari kelompok orang-orang yang menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada awal abad XIX di Inggris, keluarga berencana mulai dibicarakan orang. Pada masa abad XIX sebagian besar kaum pekerja buruh di kota-kota besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat buruk. Mereka sangat kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat dari adanya undang-undang perburuhan yang belum sempurna., jaminan sosial buruh tidak mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehingga hal ini menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita. Disamping itu yang sangat menyolok adanya waktu untuk istirahat dan rekreasi/hiburan pada buruh sama sekali hampir tidak ada. Salah satu hiburannya diwaktu istirahat dirumah hanyalah ketemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika itu satu-satunya hanyalah dengan istri.

b. Pengalaman Margareth Sanger sebagai juru rawat

Sebagai seorang perawat kandungan, Margareth Sanger banyak menjumpai keluarga-keluarga atau ibu-ibu yang menderita hidupnya karena banyaknya/seringnya melahirkan. Salah satu pengalamannya Margareth Sanger sebagai seorang perawat kandungan di Rumah Sakit di New York adalah seperti dibawah ini :

a.Peristiwa Saddie Sachs

Pada tahun 1912 Margareth Sanger mendapatkan pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya. Waktu itu ia menghadapi seorang ibu muda berumur 20 tahun yang bernama Saddie Sachs. Karena adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya kehidupan dan juga ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekat melakukan pengguguran kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth Sanger), maka Saddie Sachs sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan hamil lagi, sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan, pada hal ia sudah tidak ingin hamil lagi. Suatu ketika Saddie Sachs memberanikan diri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai bagaimana caranya agar supaya ia tidak hamil lagi.

Dengan nada sendau gurau dokter menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap. Mendengar jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanya kepada Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Singer tidak dapat memenuhi permintaan serupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang sangat kritis.

Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia gugur / meninggal dunia diatas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekat. Dengan rasa sedih haru dan kecewa Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang sempat ia kumpulkan, lebih kurang demikian : “Wahai para dokter yang budiman, lihatlah dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang ibu, seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari ketidak mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih mengerti terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan melakukan perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi oleh suatu motif yang kuat. Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu kehamilan/kelahiran yang ia tidak ingini.

Hal ini ia telah kemukakan pada waktu persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia berhak untuk mengatur sedemikian rupa. Namun ketidak acuhan dan ketidak mengertianlah akhirnya merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter, berbuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”. Kiranya kata-kata diataslah merupakan “api” dari sejarah Margareth Sanger. Dan sejak peristiwa tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan cita citanya dibidang emansipasi wanita khususnya disektor pengaturan kehamilan.

b. Perjuangan Margareth Sanger

Dari pengalaman-pengalamannya sebagai juru rawat, Margareth Sanger mengetahui benar-benar hausnya ibu-ibu akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial. Dengan segala resiko yang menunggunya, ia terjun kedalam gerakan Brth Control America pada tahun 1912. Tetapi karena ia sendiri tidak mempunyai pengetahuan mengenai metodemetode kontrasepsi, maka ia pergi ke Eropa untuk mempelajari pengetahuan di bidang kontrasepsi, yaitu pada tahun 1913. Sekembalinya dari Eropa, ia menerbitkan bulanan “The Women Rebel” (Pemberontak perempuan). Tulisannya tentang keluarga berencana, pertama kali diterbitkan dalam “The Women Rebel” tahun 1914, ia menggunakan istilah Birth Control, dan bulanan ini dilarang beredar yang dikirim melalui pos (persatuan Comstock). Buku Margareth Sanger yang berisi metode-metode kontrasepsi adalah berjudul “Family Limitation” (Pembatalan Keluarga) yang terbit tahun 1914 sesudah bersusah payah mencari orang yang berani menerbitkannya. Penerbitan dan penyebarannya direncanakan dengan rapi dan rahasia, tetapi segera juga tertangkap. Namun perkaranya masuh ditangguhkan, dan sementara itu Margareth Sanger pergi ke Eropa, dimana ia menambah pengetahuannya mengenai metode kontrasepsi yang terakhir.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa gerakan keleuarga berencana yang kita kenal sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh atau pelopor-pelopor di bidang itu.

Misalnya pada tahun 1921 Marie Stopes membuka klinik keluarga berencana yang pertama di Inggris (London). Dan kira-kira sembilan puluh tahun sebelum itu pelopor-pelopor gerakan keluarga berencana Inggris, Francis Place (1771 – 1953) menulis dan menyebarkan pamplet-pamplet keluarga berencana dengan sembunyi-sembunyi. Lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1916 Margareth Sanger membuka klinik keluarga berencana (Klinik Birth Control) di Brooklin, New York yang kemudian segera disergap polisi itu, dan masih banyak lai tokoh atau pelopor pelopor keluarga berencana yang lain baik di Amerika ataupun di Inggris yang kesemuanya juga tidak lepas dari tantangan-tantangan seperti yang dialami oleh Margareth Sanger maupun Marie Stopes dan Francis Place. Sekarang kalau direnungkan, mengapa Margareth Sanger namanya lebih semarak dan banyak dikenal orang dari pada Marie Stopes, padahal keduanya sama-sama pelopor pejuang dari keluarga berencana.

Hal ini disebabkan Margareth Sanger terus berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para bidan-bidan sampai dokter yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebaliknya Marie Stopes tidak demikian, sehingga namanya makin tenggelam. Dengan demikian tepatlah kalau dikatakan bahwa sebagai tonggak permulaan sejarah keluarga berencana adalah Margareth Sanger.

2.2.PERKEMBANGAN KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA

A. PERIODE PERINTISAN DAN KEPELOPORAN SEBELUM TAHUN 1957

Salah satu usaha untuk mengatasi pengendalian bertambahnya penduduk yang telah dikemukakan oleh para pengikut Maltus adalah Birth Control. Disamping itu Birth Control ini juga telah dikembangkan oleh Margareth Sanger di dalam usahanya untuk membatasi kelahiran sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dipelihara dengan baik. Usaha membatasi kelahiran (Birth Control) sebenarnya secara individual telah banyak dilakukan di Indonesia.

Diantaranya yang paling banyak diketahui adalah cara-cara yang banyak digunakan di kalangan masyarakat Jawa. Oleh karena penelitian mengenai hal ini banyak dilakukan di Jawa. Tetapi bukan berarti daerah-daerah di luar Jawa tidak melakukannya, misalnya seperti di Irian Jaya, Kalimantan Tengah, dan sebagainya. Jamu-jamu untuk menjarangkan kehamilan juga banyak dikenal oleh orang, meskipun ada usaha untuk menyelidiki secara ilmiah ramuan-ramuan tradisionil itu. Salah satu diantaranya yang banyak dipakai dipedesaan di Jawa adalah air kapur yang dicampur jeruk nipis. Khususnya di daerah Temanggung dikenal ramuan yang terdiri dari laos pantas yang dicampur gula aren dan garam, jambu sengko dan sebagainya. Dari penelitian di Temanggung, diperoleh keterangan-keterangan tentang caracara pencegahan kehamilan lainnya seperti absistensi (asal dan juga cara semacam doucke atau mobilas liang sanggama setelah persenggamaan yang disebut wisuh. Namuan dikenal juga cara seperti urut, yang dimaksud untuk menggugurkan kandungan. pantang), Juga semacam rumusan seperti ragi, tapai, pil kina atau minuman keras yang dikenal sebagian ramuan-ramuan untuk menggugurkan. Sementara itu ilmu pengetahuan berkembang terus. Termasuk juga ilmu kedokteran. Apabila tidak menghendaki lagi kelahiran bayi, maka proses kehamilan itulah yang harus lebih dahulu dicegah. Angka kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi.

Begitu pula dengan kematian ibu-ibu pada waktu melahirkan, hal mana kiranya tak akan terjadi seandainya orang sudah mulai merencanakan keluarganya dan mengatur kelahiran. Inilah yang telah menyebabkan sejumlah tokoh-tokoh sosial menjadi lebih bertekad untuk berusaha mengatasi keadaan yang menyedihkan itu. Dan niat itu memang sudah lama terkandung dalam hati banyak orang di kalangan masyarakat Indonesia, terutama para ibu rumah tangga, yang menganggap penjarangan kehamilan itu sangat penting demi kesehatan mereka.

• Latar belakang Berdirinya PKBI

Pada awal tahun 1957, Mrs. Dorothy Brush, seorang sahabat Mrs. Margareth Sanger, datang ke Indonesia untuk mengadakan peninjauan tentang

kemungkinan didirikannya organisasi keluaga berencana di Indonesia. Mrs Brush seorang anggota Field Service IPPF dan juga aktif dalam Ford Foundation.

Dr. Suharto pada saat itu menjabat sebagai ketua Ikatan Dokter Indonesia yang telah dijabatnya tiga kali berturut-turut. Mrs. Brush banyak sekali mengutarakan pendapatnya tentang masalah-masalah Birth Control serta melihat suasana yang cukup mendesak bagi Indonesia untuk segera memikirkan masalah tersebut secara lebih sungguh-sungguh Dr. Suharto sendiri menjadi semakin tertarik oleh masalah-masalah tersebut dan sekaligus telah melihat pula kemungkinan-kemungkinan untuk mendirikan sebuah perkampungan keluarga berencana di Indonesia. Untuk lebih mempercepat pematangan keadaan, Mrs. Brush segera menghubungi Dr. Abraham Stone yang ketika itu sedang mengikuti konperensi IPPF di London. Dr. Abraham Stone adalah kepala

Margareth Sanger Research Institute di New York. Beliau pun adalah salah seorang sahabat Mrs. Margareth Sanger. Dr. Stone segera datang ke Jakarta dan juga menginap di rumah Dr. Suharto.

Dari kedua tokoh inilah Dr. Suharto mendapat lebih banyak pengertian di bidang

Birth Control bukan saja dari segi medis akan tetapi juga dari segi sosial dan budaya. Hal inilah yang mendorong keinginan beliau menjadi semakin kuat untuk

segera mendirikan sebuah perkumpulan keluarga berencana. Pada waktu itu Dr.

Abraham Stone memberikan filmnya yang berjudul “Birth Control” yang dibuat di Margareth Sanger Research Bureau. Film teresbut adalah film pertama yang selalu diputar dalam kuliah-kuliah keluarga berencana di bagian kebidanan Fakultas.

Dengan tujuan tersebut maka PKBI mulai menggariskan programnya meliputi 3 macam usahanya yaitu :

a. mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan

b. mengobati kemandulan dan

c. memberi nasehat perkawinan.

Setelah berdirinya PKBI pada tanggal 23 Desember 1957, maka usaha-usaha PKBI mulai lebih dikembangkan sesuai dengan tujuan dan program yang telah ditetapkan. Tugas PKBI makin berat mengingat sebagai satu-satunya organisasi sosial yang bergerak di dalam bidang KB masih mendapat banyak kesulitan-kesulitan dan hambatan terutama dengan adanya KUHP pasal nomor 283 yang melarang demikian penyebar-luasan gagasan KB masih secara terselubung.

Penerangan dan pelayanan masih terbatas. Penerangan pada waktu itu terutama

ditujukan pada organisasi wanita.

B. PERIODE PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN

1. L.K.B.N. (Lembaga Keluarga Berencana Nasional)

Setelah sejak berdirinya PKBI pada tahun 1957 melaksanakan usaha-usahanya dengan segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi baik di dalam menyebar-luaskan gagasannya kepada masyarakat maupun di dalam menghadapi reaksi-reaksi pemerintah maka pada akhirnya kongres Nasional I PKBI mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :

Ø PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai Keluarga Berencana yang akan menjadikan program pemerintah

Ø PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai program pemerintah segera dilaksanakan

Ø PKBI sanggup untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan program
keluarga berencana sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan oleh suatu delegasi PKBI kepada pemerintah yang
diwakili oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid Rupanya pernyataan PKBI ini disampaikan tepat pada waktunya dimana suasana sudah lebih menguntungkan untuk perkembangan Keluarga Berencana sebagai Program Nasional yaitu dimana tahun tersebut yaitu 1967 Indonesia menandatangani Declaration of Human Rights. Declarasi tersebut antara lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya mendukung gagasan bahwa adalah hak azasi manusia untuk menentukan jumlah anak yang dikehendakinya. Suatu negara yang turut menandatangani Dokumen International harus dengan sendirinya mentaati segala ketentuannya. Jiwa Deklarasi tersebut tercakup dalam pidato yang diucapkan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1968 di depan sidang DPRGR. Dalam pidato itu dinyatakan juga bahwa pertambahan penduduk di Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan akan tidak seimbang

lagi dengan persediaan pangan, baik yang dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh dari luar negeri. Sebagai langkah pertama, oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid, dibentuk suatu panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga Berencana dijadikan Porgram Nasional. Dalam pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Panitia Ad Hoc pada bulan Februari 1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah Instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antara lain :

1. Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana

2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan nomor 36/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan team yang akan mengadakan persiapan bagi pembentukan sebuah lembaga keluarga berencana. Dalam team ini, PKBI diwakili oleh (Ny.) RABS Sjamsjuridjal, (Ny.) O. Djoewari dan Prof Soewono. Sebelumnya pada tanggal 3 Oktober 1968 di Jakarta telah diadakan pertemuan oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa Menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha keluarga berencana. Dalam pertemuan ini PKBI pun mengirimkan wakilnya. Sebagai hasil dari pertemuan itu, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 17 Oktober 1968 tentang pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat pada umumnya dengan cara:

Ø menjalankan koordinasi-integrasi, sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha keluarga berencana.

Ø mewujudkan saran-saran yang diperlukan kepada Pemerintah mengenai keluarga berencana sebagai program nasional

Ø mengadakan/membina kerjasama antara Indonesia dan negeri dalam bidang Keluarga Berencana, selaras dengan kepentingan Nasional.

Ø Mengusahakan perkembangan keluarga berencana atas dasar sukarela dalam arti seluas-luasnya termasuk pengobatan kemandulan, nasehat perkawinan dan sebagainya.

Wakil PKBI yang duduk dalam pimpinan LKBN ialah Prof. Soewono sebagai wakil ketua I, (Ny.) O. Djoewari sebagai sekretaris umum dan (Ny.) RABS Sjamsjurdijal sebagai bendahara. Pada tanggal 17 Oktober 1968 itu juga, Menteri Kesejahteraan Rakyat mengangkat anggota Badan Pertambangan Keluarga Berencana Nasional yang terdiri dari 16 orang, dimana PKBI diwakili oleh Nani Soewondo SH. Tampaklah dengan jelas bahwa mulai 1968 kegiatan keluarga berencana sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan dengan demikian PKBI dalam kegiatannya tidak lagi diliputi keragu-raguan.

2. BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL (BKKBN)

Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Pemimpin-Pemimpin Dunia tentang kependudukan. Walaupun demikian untuk menetapkan keluarga berencana sebagai program nasional pemerintah sangat berhati-hati, karena masalah ini menyangkut masalah budaya bangsa. Oleh karena itu sebagai langkah pertama Menteri Kesejahteraan Rakyat yaitu : Dr. Idham Cholid dibentuk suatu panitia Ad Hok yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan keluarga berencana dijadikan program nasional. Dalam pertemuan antara Presiden dengan Panitia Ad Hok pada bulan Februari 1968, Presiden menyatakan bahwa Pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968 keluarlah Instruksi Persiden nomor 26 tahun 1968, kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antar alain :

1. Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang keluarga berencana.

2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan surat keputusan nomor 35/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan suatu lembaga keluarga berencana. Setelah memulai pertemuan lebih lanjut oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat usaha keluarga berencana, maka dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN pada tanggal 17 Oktober 1968 dengan Surat Keputusan nomor 36/- Kpts/Kesra/X/1968 yang berstatus lembaga semi pemerintah. Fungsi dari pada lembaga ini pada dasarnya mencakup dua hal yaitu :

1. Mengembangkan keluarga berencana

2. Mengelola segala jenis bantuan

Sedangkan susunan organisasinya terdiri atas :

1. Badan Pertimbangan Keluarga Berencana Nasional (BPKBN)

2. Pimpinan Pelaksanaan Keluarga Berencana (dari tingkat Pusat sampai dengan Tingkat II)

Dilihat dari struktur organisasinya, maka LKBN ini masih menonjol sifat organisasi kemasyarakatannya, karena memang saat ini fungsi utamanya adalah untuk mengembangkan keluarga berencana agar dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat. Juga untuk maksud ini pula duduklah tokoh Islam terkenal yaitu H.S.M Nazaruddin Latif dalam pengurusamn LKBN, untuk ikut menangani persoalan Keluarga Berencana dari segi-segi keagamaan, khususnya Agama Islam. Selama periode LKBN ini, makam proses pengenalan Keluarga Berencana kepada masyarakat berlangsung sangat memuaskan, dan boleh dikatakan tidak ada tantangan dari masyarakat secara berarti ; sehingga Pemerintah berkesimpulanbahwa masyarakat telah siap untuk menerima program keluarga berencana adalahsebagian integral dari Pembangunan Lima Tahun (Repelita I). Oleh karena itu setelah satu tahun kemudian, Pemerintah memutuskan bahwa sudah pada saatnya mengambil alih progam keluarga berencana menjadi program pemerintah seutuhnya / sepenuhnya. Namun walaupun demikian masih harus tetap disadari bahwa keluarga berencana ini bukan hanya persoalan medis saja tetapi menyangkut masalah sosial, sehingga organisasi yang akan menangani masalah ini nanti haruslah tetap mempertimbangkannya masalah ini dalam operasional selanjutnya. Dengan alasan tersebhut diatas maka program Keluarga Berencana dijadikan program nasional. Sedangkan untuk mengelolanya dibentuklah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan keputusan Presiden Nomor 8 tahun 1970. Selain itu dasar pertimbangan pembentukan BKKBN ini juga didasarkan atas bahwa :

1. Program keluarga berencana nasional perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia.

2. Program perlu digiatkan pula dengan pengikut sertaan baik masyarakat maupun pemerintah secara maximal

3. Program keluarga berencana ini perlu diselenggarakan secara teratur dan terencana kearah terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Badan ini mempunyai tugas pokok sebagai berikut :

1. Menjalankan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi terhadap usaha-usaha pelaksanaan program keluarga berencana nasional yang dilakukan oleh Unit- Unit Pelaksana.

2. Mengajukan saran-saran kepada Pemerintah mengenai pokok kebijaksanaan dan masalah masalah penyelenggaraan program Keluarga Berencana Nasional.

3. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana atas dasar pokok-pokok kebijaksanaan yang ditetap kan oleh Pemerintah.

4. Mengadakan kerja sama antara Indonesia dengan Negara-negara Asing maupun Badan-badan Internasional dalam bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan Indonesia dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

5. Mengatur penampungan dan mengawasi penggunaan segala jenis bantuan yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapka oleh Pemerintah.

Dalam Keppres Nomor 8 tahun 1970 itu disebutkan bahwa penanggung jawab umum penyelenggaraan program keluarga berencana nasional ada di tangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat dibantu oleh Dewan Pembimbing Keluarga Berencana Nasional. Anggota Dewan Pembimbing terdiri dari :

  1. Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, sebagai Ketua merangkap anggota
  2. Menteri Kesehatan, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
  3. Menteri Dalam Negeri sebagai anggota
  4. Menteri Pertahanan Kemanan, sebagai anggota
  5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai anggota
  6. Menteri Penerangan, sebagai anggota
  7. Menteri Agama, sebagai anggota
  8. Menteri Sosial, sebagai anggota
  9. Menteri Keuangan, sebagai anggota
  10. Ketua Bappenas, sebagai anggota
  11. Ketua Perkumpulan Keluarga Berecana Indonesia

Pada Pelita I yaitu tahun 1969-1974 daerah program Keluarga Berencana meliputi 6 propinsi Jawa Bali yaitu : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Keenam Propinsi tersebut merupakan daerah yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, maka merupakan daerah perintis pertama dari program BKKBN. Ditiap Propinsi telah terbentuk BKKBN Propinsi, serta secara berangsur-angsur pula dibentuk BKKBN Kabupaten/Kotamadya. Penyelenggaraan program didaerah berjalan sangat lancar, dan dapat menggerakkan seluruh potensi daerah. Hal ini adalah berkat kebijaksanaan BKKBN Pusat, yang menitipkan program nasional itu kepada para Gubernur, di mana Gubernur dinyatakan sebagai Penanggung Jawab Program. Demikian pulapara Bupati untuk Kabupaten didaerahnya masing-masing. Dengan demikian secara organisatoris nampak adanya pendelegasian dari Pusat ke Daerah-Daerah.Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program di daerah, BKKBN Propinsi maupun BKKBN Kabupaten mendapat dukungan dari semua Aparat Pemerintah Daerah. Faktor ini kiranya yang merupakan kunci dan keberhasilan program. Dari segi ketenagaan, maka pada periode tahun 1970-1972 (periode Keppres nomor 8 tahun 1970). Tenaga-tenaga yang merupakan motor penggerak dalam mengkolordinasikan program K.B adalah tenaga-tenaga dari departemen /Instansi lain yang diperbantukan pada BKKBN, baik di pusat maupun di daerah. Tenaga-tenaga perbantuan tersebut mulai dari tingkat Pimpinan, Pejabat-Pejabat Teras dan beberapa tenaga staf, ada yang sudah full time tetapi ada pula yang masih part time bertugas di BKKBN. Beberapa tenaga administrasi di Kantor BKKBN seperti tenaga usaha, juru tik, pengemudi dan pesuruh, banyak sudah merupakan tenaga yang diadakan oleh BKKBN sendiri tetapi statusnya masih merupakan tenaga honorer karena saat itu BKKBN belum mempunyai formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pada masa permulaan program pendekatan keluarga berencana umumnya masih bersifat klinis. Namun kemudian dirasakan perlunya pendekatan kemasyarakatan dengan motivasi secara massal, kelompok maupun individual. Maka pada tahun1972 proyek PLKB dialihkan dari PKBI ke BKKBN dan dilola oleh BKKBN dengan SK Ketua BKKBN nomor : 02/Kpts/BKKBN/I/73 pada tanggal 8 Januari 1973.Dengan demikian proyek tersebut dapat diperluas untuk seluruh Jawa Bali.

Dalam salah satu pasal DK nomor 02/Kpts/BKKBN/I1973 menyebutkan bahwa pada dasarnya sasaran keluargga berencana ditujukan pada masyarakat banyak dengan harapan agar mereka merubah sikap hidup dengan keluarga besar ke arah kebiasaan hidup dengan keluarga yang direncanakan dengan rasa penuh tanggung jawab. Untuk memenuhi sasaran tersebut perlu adanya usaha-usaha penyebaran ide-ide KB yang menyeluruh, antara lain melalui Petugas Lapangan KB yang secara intensif dan sistimatis melakukan kegiatan motivasi dari rumah ke rumah para pasangan usia subur untuk menjadi akseptor KB. Biro Proyek PLKB BKKBN dari tahun ke tahun meningkatkan terus usahanya untuk mendapatkan status yang lebih mantap.

Pada bulan Juli 1975 keluarlah Surat Keputusan Ketua BKKBN nomor : 200/Kpts/VII/1975. Nama Biro Proyek PLKB berubah dengan nama Biro Proyek Khusus, sesuai dengan nama Biro yang tercantum dalam Keppres 33/1972.Pada tahun 1972 terbitlah Keputusan Presisden nomor 33 tahuhn 1972 telah diperjelas yaitu Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah Presiden, dengan fungsi :

1. Membantu Presiden dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Keluarga Berencana Nasional.

2. Mengkoordinir pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional. Sedangkan tugas pokoknya mencakup :

Ø Memberikan saran-saran kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah penyelenggaraan Program Keluarga Berencana Nasional

Ø Menyusun Program Keluargga Berencana Nasional dan Pedoman Pelaksanaan atas dasar kebijaksanaan Pemerintah

Ø Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap ushaa-usaha Pelaksanaan Keluarga Berencana Nasional yang dilakukan oleh Unit-unit Pelaksana

Ø Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap segala jenis bantuan dari dalam maupun dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

Ø Mengadakan kerjasama dengan Negara-negara Asing maupun badan-badan Internasional dan bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan Indonesia menurut prosedur yang berlaku.

Sedangkan tata kerjanya ialah bahwa Penanggung jawab umum penyelenggaraan Program KB Nasional ada di tangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya presiden dibantu oleh Dewan Pembimbing KB Nasional, yang anggotanya terdiri dari beberapa Menteri.Koordinasi penyelenggraan Program KB Nasional dilakukan oleh Unit-Unit Pelaksana yang terdiri atas Departemen-Departemen /Instansi Pemerintah dan organisasi masyarakat. Unti Pelaksana-Unit Pelaksana mempunyai tugas menjalankan, menyerasikan dan mengembangkan usaha-usaha KB sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam ruang lingkup serta bidangnya masing-masing,dan berkweajiban menyampaikan laporan-laporan tentang kegiatan-kegiatan kepada Ketua BKKBN. Ketua BKKBN dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Untuk dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya sehari-hari Ketua BKKBN didampingi oleh Team Pertimbangan Pelaksanaan Program atau TP3 yang anggotanya terdiri atas Sekretaris Jenderal dan beberapa Departemen. Dengan organisasi dan tata kerja baru tersebut program yang mula-mula berorientasi pada klinik dan sekitarnya telah berkembang ke arah pendekatan kemasyarakatan, terutama pendekatan dengan munculnya pos KB, Sub Klinik, sistem Banjar dan sebagainya yang kesemuanya dengan keseragaman nama Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD). Disamping itu telah bermunculan pula adanya kelompok-kelompok KB. Hal ini merupakan perwujudan perpaduan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

Dalam garis-garis besar haluan negara (GBHN) menurut TAP MPR 1973 telah ditetapkan garis kebijaksanaan umum kependudukan yang antara lain isinya :

Ø Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program KB, yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Pelaksanaan KB ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ø Pelaksanaan Program KB terutama di Jawa dan Bali perlu ditingkatkan, khususnya agar dapat mencapai masyarakat pedesaan seluas-luasnya. Disamping kesempatan untuk melaksanakan KB di daerah-daerah lain perlu mulai dikembangkan sehingga membantu peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah-daerah tersebut melalui tersedianya fasilitas-fasilitas KB. Sasaran KB hendaknya meliputi seluruh lapisan masyarakat atas dasar sukarela. Oleh karena itu kesediaan untuk melakukan KB pada akhirnya adalah suatu proses perubahan sikap hidup masyarakat, maka dalam Pelita III kegiatan pendidikan dan latihan KB tidak lagi hanya terbatas pada pendidikan dan latihan para tenaga pelaksana tekhnis program KB, melainkan akan makin dikembangkan pada usaha-usaha pendidikan masalah kependudukan.

Ø Guna mendukung tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran program KB dalam Pelita II, koordinasi antara Departemen, kegiatan-kegiatan penerangan, penelitian mengenai motivasi dan sebagainya, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang pelaksanaan program KB perlu lebih ditingkatkan lagi. Untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh dengan dua pendekatan yang Integral, yaitu :

  1. Untuk menurunkan tingkat kelahiran secara langsung melalui pendekatan KB dengan menggunakan kontrasepsi.
  2. Usaha menurunkan tingkat kelahiran secara tidak langsung melalui pola kebijaksanaan kependudukan yang Integral (beyond family planning). Program-program integral (beyond family planning) sejak tahun 1974 dengan dimulainya program terpadu KB dengan KIA di Mojokerto, tahun 1975 mulai dibahas kemungkinan program terpadu KB-Gizi, KB-Cacing di Serpong dan Sawahlunto. Program-program integral ini terutama muncul setelah Rakernas th. 1974 di Hotel Horison Jakarta, Dr. Haryono, Deputi III Ketua mencetuskan 3 fase program berdasarkan atas pencapaian peserta aktif yaitu :
  1. Fase I. Perluasan jangkauan dengan pencapaian peserta aktif di bawah 15%
  2. Fase II. Pembinaan dan pencapaian peserta aktif di atas 15% kurang dari 35%
  3. Fase III. Pelembagaan dengan pencapaian peserta aktif di atas 35%.

Pada fase III ini di mana para peserta KB telah sedemikian banyak perlu didukung dengan program-program yang dapat menunjang kehidupan mereka, agar tidak menjadi dropout.

Pada akhir 1974 telah tumbuh di berbagai daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DIY kelompok-kelompokakseptor KB. Hal ini mula-mula disebabkan dibutuhkan depot atau pos untuk memberi re-supply kontrasepsi nori IUD dan juga jauhnya Puskesmas dan klinik KB dari tempat tinggal para akseptor KB. Pada program review di Surabaya tahun 1975 kelompok-kelompok akseptor tersebut diastukan namanya dengan Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD). Namun identitas daerah tetap hidup, maka di Bali terdapat PPKBN Sistim Banjar, di Jawa Timur PKBD (pembina KB Desa) di Jawa Tengah Sub Klinik Desa, diJawa Barat dan DKI Jakarta Pos KB Desa dan di DIY PPKBD APSARI (Akseptor Setahun Lestari). Hal ini merupakan perwujudan perpaduan kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat.

Demikianlah pula perluasan program telah mencakup daerah luar Jawa Bali dengan dibukanya BKKBN di sepuluh propinsi luar Jawa Bali I yaitu : DI Acech, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan NTB. Program yang makin pesat, pengelolaan terasa semakin kompleks, hubungan tata cara kerja semakin rumit, maka terulanglah kembali sejarah, mulai timbul pendapat-pendapat bahwa organisasi yang ada telah tidak lagi menampung perkembangan program. Maka oleh Ketua BKKBN dibentuk Team Penyempurnaan Organisasi dan Tatacara Kerja. Setelah diadakan pembahasan lebih lanjut dengan Menteri Negara Penerbitan Aparatur Negara (Menpan), maka akhirnya pada tanggal 6 Nopember 1978 tentang Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kedudukan BKKBN dalam Keppres tersebut adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dengan tugas pokok mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordiknis pelaksanaan program KB Nasional dan Kependudukan yang mendukungnya baik di tingat Pusat maupun di tingkat Daerah, serta mengkoordinir pelaksanaannya di lapangan. Dengan Keppres 38 tahun 1978 BKKBN bertambah besar jangkauan programnya tidak lagi terbatas hanya KB tetapi juga program Kependudukan.

Maka dalam organisasi BKKBN ditambah satu Deputy Kepala Bidang Kependudukan. Pada tahun I Pelita III tahun 1979/1980 jangkauan BKKBN ditambah ke seluruh Indonesia dengan memasukkan 11 Propinsi Luar Jawa Bali II yaitu : Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya, Timor-Timur, Riau, Jambi, & Bengkulu

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Manfaat Keluarga Berencana terhadap Pengendalian Penduduk (Bangsa dan Negara)

• Program Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan kependudukan yang merupakan bagian yang terpadu dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta mencipatakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.

• Manfaat Keluarga Berencana bagi kepentingan nasional adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.

• Meningkatkan taraf hidup rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk sebanding dengan peningkatan produksi.

Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Indonesia berpijak pada dua landasan :

1. Prinsip kepentingan nasional

2. Prinsip sukarela, demokrasi dan menghormati hak azazi manusia.

Karena berpijak pada prinsip sukarela maka usaha yang dilakukan merangsang minat masyarakat terhadap pelaksana Keluarga Berencana. Adapun usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui pendidikan, penyuluhan dan pendekatan medis. Kegiatan penerangan dan penyuluhan ditujukan pada masyarakat umum agar setiap anggota masyarakat memiliki pengertian dan rasa tanggung jawab akan terciptanya keluarga sejahtera dengan menerima norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS).

Perkembangan Program KB di Indonesia

Dua inti pokok mengapa BKKBN di adakan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan jalan Keluarga Berencana (KB). Jadi dua kata kunci : kualitas manusia dan KB. Kualitas manusia dipengaruhi oleh pendidikan, kesehatan, dan sosial-ekonomi. Pendidikan dapat secara formal di sekolah dan non formal di keluarga dan masyarakat. Kesehatan meliputi kesehatan lahir, spiritual, dan emosional. Kesehatan lahir tergantung pada ketersediaan pangan, sandang dan papan.

Manusia miskin di Indonesia cukup banyak tergantung kriteria mana yang mau di pakai, kriteria BPS, kriteria Bank Dunia atau kriteria yang lain. Dari berbagai kriteria dapat diestimasi jumlah penduduk miskin antara 20- 50 % penduduk Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan BKKBN. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta, 1981.

Makalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

http://tentangkb.wordpress.com/2010/04/27/perkembangan-kb-di-indonesia/

www.bkkbn.go.id

http://www.pkbi.or.id/

http://diar13-midyuin08.blogspot.com/2010/04/mkalah-kb-bu-hasniahfaktor-faktor-yang.html

http://www.lusa.web.id/perkembangan-kb-di-indonesia/

(bahan kuliah dan makalah kesehatan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar