adf.ly

Sabtu, 05 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. S POST OP TREPANASIATAS INDIKASI CIDERA OTAK BERAT



PENGERTIAN

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI






Cidera otak primer:

Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.



Cidera otak sekunder:

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:

  • Kejang-kejang
  • Gangguan saluran nafas
  • Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
    • edema fokal atau difusi
    • hematoma epidural
    • hematoma subdural
    • hematoma intraserebral
    • over hidrasi
  • Sepsis/septik syok
  • Anemia
  • Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.



Perdarahan yang sering ditemukan:

  • Epidural hematom:
    Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
    Tanda dan gejala:
    • Penurunan tingkat kesadaran
    • Nyeri kepala,
    • Muntah
    • Hemiparesa.
    • Dilatasi pupil ipsilateral
    • Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
  • Subdural hematoma
    Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
    Tanda dan gejala:
    • Nyeri kepala
    • Bingung
    • Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
    • Edema pupil.

  • Perdarahan intraserebral
    Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
    Tanda dan gejala:
    • Nyeri kepala
    • Penurunan kesadaran
    • Komplikasi pernapasan
    • Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

  • Perdarahan subarachnoid:
    Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
    Tanda dan gejala:
    • Nyeri kepala
    • Penurunan kesadaran
    • Hemiparese
    • Dilatasi pupil ipsilateral dan
    • Kaku kuduk.

Penatalaksanaan:

Konservatif

  • Bedrest total
  • Pemberian obat-obatan
  • Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.


Pengkajian

BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).


BRAIN

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
  • Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
  • Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
  • Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
  • Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
  • Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
  • Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.


BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.


BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.


BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
  • CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
  • Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
  • X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
  • Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
  • Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.


Prioritas perawatan:

  1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
  2. Mencegah komplikasi
  3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
  4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
  5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
  2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
  3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
  4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
  5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
  6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
  7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
  8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
  9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
  • Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

    Tujuan:
    • Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

    Kriteria hasil:
    • Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.



Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.






Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.




Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.




  • Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
    Tujuan:
    • mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:
  • bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.


Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.

Berikan oksigen.



Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.



Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.

Mencegah/menurunkan atelektasis.



Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.


Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.




  • Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
    Tujuan:
    • Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:
  • Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.


Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.



Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.



Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.



Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.



Daftar pustaka


Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC , Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.



post op trepanasi dengan CEDERA OTAK BERAT

1. PENGKAJIAN:

1.1 Identitas

Nama    : TN. S.  
Umur    : 50 tahun  
Suku/Bangsa    : Jawa/Indonesia.
Agama    : Islam
Alamat    : Blimbing Ngeran Bojonegoro
Pekerjaan    : tidak bekerja
Pendidikan    : SLTA
Tgl.MRS    : 28 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian    : 29 April 2002 jam: 08.00
Diagnosa Medik    : Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)

1.2 Alasan MRS    : kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntah-muntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo.


1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:

  1. Pernapasan
    Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
    Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
  2. Kardiovaskuler/sirkulasi:
    S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit, tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
  3. Persarafan/neurosensori
    Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
  4. Perkemihan – Eliminasi uri
    Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
  5. Pencernaan – Eliminasi alvi
    infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
  6. Tulang – otot – integumen:
    Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet, kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.


1.8 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl. Leko: 5,6. Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265 PCO2: 46,0 PO2: 259,4
HCO3: 20,4 BE: -6,6
CT Scan tanggal 29 April 2002:
  • ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
  • Fr Impresi frontal kanan dan kiri
  • Fraktur temporal kiri

1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV Novalgin 3 x 1 amp IV     
Afriaxon 1 x 2 gr IV Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.

2. ANALISA DATA

Data
Kemungkinan penyebab
Masalah
DS: -

DO:

Kesadaran me ¯, GCS: 1 x 1,

CT Scan :

  • ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
  • Fr Impresi frontal kanan dan kiri
  • Fraktur temporal kiri
Trauma kepala
¯
Hematom Subarachnoid
¯
Odema otak
¯
­ TIK
¯
Aliran darah ke otak ¯
¯
O2 ¯
Gangguan perfusi jaringan cerebral
DS: -

DO:

Menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:

Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
TIK ­
¯
­ rangsangan simpatis
¯
­ tahanan vaskuler sistemik
¯
terjadi pe ¯ tek. pada sist. pemb. darah pulmonal.
¯
Pe ­ tek.hidrostatik à kebocoran cairan kapiler
¯
Pe ­ hambatan difusi O2 - CO2
¯
Hipoksemia
Gangguan pola napas
DS: -

DO:

GCS: 1-x-1, terpasang sonde, infus Dex 1500 cc/24 jam.

NGT dibuka, cairan maag slang warna coklat 200 cc.
Trauma kepala
¯
Stress
¯
Pe ­ katekolamin
¯
Pe ­ sekresi asam lambung
¯
Mual, muntah
¯
Asupan tidak adekuat
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS: -

DO:

Luka post op trepanasi pada farietal tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan, luka laserasi pada rahang bawah dan tertutp kasa serta luka jejas pada phalank distal sinistra dan mengeluarkan bau dan secret berwarna kuning, Turgor baik, warna kulit pucat. Klien terpasang respirator, dower katheter, NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl. Leko: 5,6.

Trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.


Resiko tinggi terhadap infeksi
DS: -

DO:
Kesadaran me ¯, GCS: 1- x-14
Klieb tidak sadar
Trauma kepala
¯
Hematom Subarachnoid
¯
­ TIK
¯
Aliran darah ke otak ¯
¯
O2 ¯
¯
Penurunan kesadaran
Sindroma defisit perawatan diri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
  2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
  3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
  4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
  5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.

Tujuan:

  • Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:

  • Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
  • Tingkat kesadaran membaik


Intervensi
Rasional
Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.



Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.






Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.




Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 5-15 derajad.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Berikan obat:
  • Manitol 4 x 100 cc iv
  • Dilantin 3 x 100 mg IV
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

Tujuan:

  • Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:

  • Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pantau / cek pemasangan tube, selang ventilator sesering mungkin.
Siapkan ambu bag tetap berada didekat pasien
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Lakukan fisioterapi Napas .




Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.


Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.


Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.


Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.


DP 3:

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi:

Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai program dokter.
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.


Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.



Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal
Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1















2






3
  • Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu: 37C.
  • Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
  • Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
  • Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
  • Memberikan obat:
    • Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
    • Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
    • Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
    • Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 – – 06.00 )

  • Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
  • Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.
  • .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

  • Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
  • Melakukan perawatan luka secara aseptik.
30/4/02
1
















2





3
  • Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C.
  • Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
  • Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15 °
  • Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
  • Memberikan obat:
    • Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 – 24.00)
    • Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 – 20.00 – 04.00)
    • Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 – 24.00)
    • Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 – 18.00 - 24.00 – – 06.00 )

  • Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

  • Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
  • Melakukan perawatan luka secara aseptik.
  • Melakukan pemeriksaan lab:
1/5/02
Pasien Meninggal

EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
EVALUASI
29/4/2002
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.
S: -
O:
  • Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+
  • TTV stabil TD berkisar antara 140/100 - 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
29/4/2002
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
S: -
O:
TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Ventilator terpasang Menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan,
29/4/2002
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
S:
O:
  • TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
  • Cairan drain kepala warna merah, luka ditangan merembes cairan (serum) warna kecoklatan.
A: masalah belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan
30/4/2002









 
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.

 
S: -
O:
  • GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+
  • TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
S: -
O:
TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Ventilator dilepas, dipasang T –Piece , dengan O2 6 lt/menit, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
  • Hasil Blood Gas Blood Gas:
    PH: 7,265 PCO2:46,0 PO2: 254,4
    HCO3: 20,4 BE: - 6,6
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan :
Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
S:
O:
  • TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 37,3 – 37,7 C.
  • Cairan drain kepala warna merah, luka ditangan merembes cairan (serum) warna kekuning-kuningan.
A: masalah infeksi belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan


Tanggal 1/5/2002 klien meninggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar