adf.ly

Minggu, 06 Maret 2011

Peran Perawat Dalam Penanggulangan Masalah Keperawatan Pada Klien Lansia Dengan Post Operasi Katarak

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil ynag positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan linkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Peningkatan umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Total
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
Sumber: BPS, 1992, 1993  Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir


Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah "Baby Boom" pada masa lalu berganti menjadi "Ledakan penduduk lanjut usia".
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut usia yang sangat signifikan seperti terlihat dalam tabel berikut:


Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun 1980 1985 1990 1995 2000 2020 
Total penduduk (55 tahun ke atas) 148 165 183 202 222 
a. Total (juta) 11,4 13,3 16 19 22,2 29,12 
b. Persentase (%) 7,7 8 8,7 9,4 10 11,09 
Harapan hidup 55,30 58,19 61,12 64,05 65-70 70-75 
Menurut penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo

Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 1971 – 2020 sesuai pada tabel berikut ini:


Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020

Tahun
Jumlah Lansia
Persentase
1971 (a)
5.306.874
4,48%
1980 (b)
7.998.543
5,45%
1990 (c)
11.277.557
6,29%
1995 (d)
12.778.212
6,56%
2000 (d)
15.262.199
7,28%
2005 (d)
17.767.709
7,97%
2010 (d)
19.936.859
8,48%
2015 (d)
23.992.553
9,77%
2020 (d)
28.822.879
11,34%
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994


Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:


  1. Majunya pelayanan kesehatan
  2. Menurunnya angka kematian bayi daan anak
  3. Perbaikan gizi dan sanitasi
  4. Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa menjadi tugas yang menantang bagi para tenaga klinis. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan dalam hal ini perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan II, Gerbong I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha " Bahagia" di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.

  1. Tujuan Kegiatan
    Tujuan kegiatan praktek keperawatan gerontik adalah sebagai lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik khusunya pada klien lansia dengan post operasi katarak guna meningkatkan status kesehatan klien lansia.

     
  2. Manfaat
    Adapun manfaat praktek keperawatan gerontik adalah:
    1. Sebagai lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik bagi mahasiswa.
    2. Membantu meningkatkan status kesehatan lansia melalui pendekatan praktek keperawatan.

     
  3. Sistematika Laporan
    Sistematika laporan kegiatan ini adalah:

    1. Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan, Manfaat an Sistematika Laporan.
    2. Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Katarak.
    3. Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
    4. Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.

BAB 2
KONSEP TEORI


Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi Katarak.



2.1 Konsep Teori Lansia

2.1.1 Batasan Lansia

    Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

  1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
  2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
  3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
  4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun


2.1.2 Proses Menua

    Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
  1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
  2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
  3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)


Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yangmenuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
  1. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
  2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
  3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
  4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
  5. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
  1. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
  2. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
  3. Selalu mengingat kembali masa lalu
  4. Selalu khawatir karena pengangguran,
  5. Kurang ada motivasi,
  6. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
  7. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.


Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.


2.1.3 Teori Proses Menua

  1. Teori – teori biologi
    1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
      Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
    2. Pemakaian dan rusak
      Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
    3. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
      Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.


       
    4. Teori "immunology slow virus" (immunology slow virus theory)
      Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.


       
    5. Teori stres
      Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
    6. Teori radikal bebas
      Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
    7. Teori rantai silang
      Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
    8. Teori program
      Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.


       
  2. Teori kejiwaan sosial
    1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
      - Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
      - Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
      - Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

       
    2. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
      Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
    3. Teori pembebasan (disengagement theory)
      Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
      1. kehilangan peran
      2. hambatan kontak sosial
      3. berkurangnya kontak komitmen
 

2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia

    Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.

2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia


2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
  1. Hereditas atau ketuaan genetik
  2. Nutrisi atau makanan
  3. Status kesehatan
  4. Pengalaman hidup
  5. Lingkungan
  6. Stres


2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
  1. Perubahan fisik
    Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
  2. Perubahan mental
    Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

    1. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
    2. Kesehatan umum
    3. Tingkat pendidikan
    4. Keturunan (hereditas)
    5. Lingkungan
    6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
    7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
    8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
    9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.


  1. Perubahan spiritual
    Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)

    Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)



2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People's Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :
  1. Depresi mental
  2. Gangguan pendengaran
  3. Bronkhitis kronis
  4. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
  5. Gangguan pada koksa / sendi pangul
  6. Anemia
  7. Demensia


2.2 Konsep Penyakit Katarak

2.2.1 Definisi

    Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)



2.2.2 Etiologi 

  1. Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
  2. Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda – benda radioaktif.
  3. Penyakit mata seperti uveitis.
  4. Penyakit sistemis seperti DM.
  5. Defek kongenital


2.2.3 Patofisiologi

    Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.

2.2.4 Macam – macam Katarak

  1. katarak kongenital
    Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir. Jenisnya adalah:

    1. Katarak lamelar atau zonular.
    2. Katarak polaris posterior.
    3. Katarak polaris anterior
    4. Katarak inti (katarak nuklear)
    5. Katarak sutural
  2. Katarak juvenil
    Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.
  3. Katarak senil
    Adalah kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:

    1. katarak nuklear
      Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
    2. Katarak kortikal
      Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
    3. Katarak kupliform
      Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.


        Katarak senil dapat dibagi atas stadium:

  1. katarak insipiens
    Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
  2. katarak imatur
    Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.






     
  3. katarak matur
    Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama – sama hasil desintegritas melalui kapsul.
  4. katarak hipermatur
    Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.
  1. Katarak komplikasi
    Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit umum.
  2. Katarak traumatik
    Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.


     
2.3 Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak

2.3.1 Pengkajian 

  • Data Subyektif
    • Nyeri
    • Mual
    • Diaporesis
    • Riwayat jatuh sebelumnya
    • Pengetahuan tentang regimen terapeutik
    • Sistem pendukung, lingkungan rumah.
  • Data obyektif
    • Perubahan tanda – tanda vital
    • Respon yang azim terhadap nyeri
    • Tanda – tanda infeksi:
      • Kemerahan
      • Edema
      • Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
      • Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
      • Zat purulen
      • Peningaktan suhu tubuh
      • Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan kultur sesitivitas abnormal.
    • Ketajaman penglihatan masing – masing mata.
    • Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
    • Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;
      • kaki kursi, perabot yang rendah
      • Tiang infus
      • Tempat sampah
      • Sandal
    • Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.

2.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
  2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
  3. Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena pelindung mata.
  4. Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang aktivitas yang diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.


2.3.3 Perencanaan

  • Nyeri akut
    • Tujuan: nyeri teratasi
    • Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
    • Intervensi:
      • Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
        Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
      • Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah pembedahan.
        Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.
      • Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
        • Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
        • Distraksi
        • Latihan relaksasi
        Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.
      • Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.
        Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada klien.
      • Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika nyeri disertai mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
        Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.


  • Resiko tinggi terhadap infeksi
    • Tujuan: infeksi tidak terjadi.
    • Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
    • Intervensi:
      • Tingkatkan penyembuhan luka:
        • Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
        • Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi atau sampai diberitahukan
        Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan
      • Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
        • Cuci tangan sebelum memulai
        • Pegang alat penetes agak jauh dari mata
        • Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
        Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.

        Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.
      • Kaji tanda dan gejala infeksi:
        • Kemerahan, edema pada kelopak mata
        • Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
        • Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
        • Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
        • Peningkatan suhu
        • Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas positif)
        Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.
      • Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung mata pada malam hari).
        Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk mikroorganisme.
      • Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
        Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.


         
  • Resiko tinggi terhadap cidera
    • Tujuan: Cidera tidak terjadi.
    • Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.
    • Intervesi:
      • Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.
        Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi kecelakaan.
      • Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
        • Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
        • Singkrkan sedotan dari baki.
        • Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
        Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata juga apat mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman persepsi.
      • Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
        Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.
      • Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk kemungkinan bahaya.
        • karpet yang tersingkap.
        • Kabel listrik yang terpapar.
        • Perabot yang rendah
        • Binatang peliharaan
        • Tangga
        Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah pulang.


         
  • Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
    • Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
    • Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana pemulangan.
    • Intervensi:
      • Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
        • Membaca
        • Menonton televisi
        • Memasak
        • Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
        • Mandi siram atau mandi di bak mandi.
        Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan daripada pembatasan memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan daripada aspek negatifnya.
      • Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari aktifitas berikut:
        • Berbaring pada sisi yang dioperasi
        • Membungkuk melewati pinggang
        • Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
        • Mandi
        • Mengedan selama defekasi.
        Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.
      • Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan menjaga balutan serta pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
        Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan memebrikan jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.
      • Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat – obatan yang diresepkan.
        • Nama, tujuan dan kerja obat.
        • Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
        • Teknik pemberian
        • Instruksi atau kewaspadaan khusus
        Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat meningkatkan kepatuhan dengan regimen pengobatan dan membantu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.
      • Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala berikut:
        • Kehilangan penglihatan
        • Nyeri pada mata
        • Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
        • Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.
        Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan intervensi yang cepat untuk mencegah atau meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular, perdarahan, terlepasnya retina atau komplikasi lain.
      • Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan menyeka kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan larutan irigasi mata).
        Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan sekresi dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber mikroorganisme.
      • Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang ditentukan oleh ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian pertamanya sebelum pulang.
        Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan memngkinkan deteksi dini komplikasi.
      • Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.
        Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi yang dapat merekam rujuk jika diperlukan.


         
2.3.4 Pelaksanaan

    Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum klien.

2.3.5 Evaluasi

Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan metode SOAP.

BAB 3
A S U H A N K E P E R A W A T A N
PADA KLIEN LANSIA IBU JAIKEM DENGAN POST OPERASI KATARAK
DI WISMA PANDU, PSTW "BAHAGIA" MAGETAN
TANGGAL 03 – 07 DESEMBER 2001




3.1 Pengkajian

    Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2001 pada pukul 11.30 WIB samapi dengan selesai pada pukul 12.30 WIB.

3.1.1 Pengumpulan data

  1. Data biografi klien
    a) Nama    : J A I K E M
b) Tempat dan tanggal lahir: Bojonegoro, 1916

c) Pendidikan terakhir: tidak sekolah
  • Agama: Islam
  • Satus perkawinan: janda meninggal tanpa anak
  • TB/BB: 140 cm / 33 kg
  • Penampilan umum: bersih dan rapi, tubuh kurus, ramah.
  • Ciri – ciri tubuh: jalan masih tegak, rambut sebagian memutih.
  • Alamat: Sepanjang, Surabaya
  • Orang yang dekat dihubungi: adik klien
  • Hubungan dengan klien: adik kandung.

     
  1. Riwayat keluarga
       

                          

  1. Riwayat pekerjaan
    Pekerjaan saat ini: -- Pekerjaan sebelumnya: tukang pijat keliling, sumber – sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan: --
  2. Riwayat lingkungan hidup
    Klien tinggal di Wisma Pandu, 1 kamar berdua dengan Ibu Darmiatun. Kondisi kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur cukup bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari cukup bersih. Tingkat kenyamanan dan privacy cukup terjamin. Klien juga punya tongkat 1 buah, tapi jarang digunakan.
  3. Riwayat rekreasi
    Klien mengaku sering jalan – jalan kewisma – wisma yang lain untuk menengok teman – temannya atau sekedar mengobrol. Klien juga mengatakan sangat senang dengan adanya kegiatan senam lansia setiap hari Selasa dan Kamis serta kegiatan rekreatif setiap hari Rabu, karena ada hiburan serta kesempatan bertemu dengan teman – temannya yang lain.
  4. Sistem pendukung
    Di panti ada seorang perawat lulusan SPK dan panti telah mengkibatkan kerjasama sistem rujukan dengan puskesmas pembantu Candirejo serta RSUD Magetan. Serta keberadaan teman sekamar klien yang sangat memperhatikan kondisi klien sangat membantu pegawasan kesehatan klien.
  5. Deskripsi kekhususan
    Klien semenjak bulan puasa, rajin puasa setiap hari dan sampai har ini belum pernah gagal puasa. Sholat 5 waktu juga dilaksanakan oleh klien secara rutin, bahkan shalat tarawih pun dilaksanakan setiap hari di musholla.
  6. Status kesehatan
    Klien mengatakan penglihatannya mulai terasa kabur sejak lebih kurang 3 tahun yang lalu. Klien juga mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa seat – sehat saja. Semenjak operasi klien mengeluh nyeri pada mata kiri, mata kiri terasa panas, berair, nyeri terasa sampai menyebar ke kepala.
    Provokative    : Nyeri dirasa setelah klien terpapar sinarmatahari langsung atau baru bangun tidur.
    Quality    : Nyeri dirasakan menyebarsampai ke kepala disertai mata kiri terasa panas dan berair.
    Region    : Nyeri terasa pada mata kiri menyebar sampai kepala
    Severity scale    : Bila nyeri kambuh, klien mengatakan sulit tidur.

    Timming    : saat bangun tidur dan setelah terpapar sinar matahari langsung.
    Klien post op 16 hari yang lalu dan telah banyak mendapatkan informasi dari perawat panti serta pendamping wisma yang bertugas mengenai perawatan luka pada post operasi serta pantangan – pantangan yang harus diperhatikan oleh klien. Tetapi setelah dilaksanakan pengkajian , terlihat banyak sekret yang menumpuk pada mata kiri dan ternyata klien belum memahami beberapa pantangan yang arus dijalaninya.

    Obat – obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 3x1

    Satus imunisasi: --

    Alergi terhadap obat – obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti debu, cuaca tidak ada pada klien.
  7. A D L (activity daily living)
    Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.

    Kebutuhan istirahat tidur kadang – kadang terganggu bila nyeri pada luka post operasi kambuh. Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan sekret pada mata kiri klien.

    Psikologis kien meliputi:
  • Persepsi klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena umurnya sudah tua.
  • Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau menerima kehadiran orang lain.
  • Emosi klien stabil
  • Kemampuan adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien mengunjungi teman – temannya di wisma yang lain.
  • Mekanisme pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di luar panti sudah tidak menarik lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari tuanya di panti. Klien mengatakan senang tinggal di panti karena mendapatkan keteraturan dalam hal makan, istirahat dan kebutuhan lain terpenuhi.
  1. Tinjauan sistem
    1. Keadaan umum: baik, klien tampak bersih.
    2. Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
    3. Skala koma glasgow: 15
    4. Tanda – tanda vital: N: 76 x/mnt; S: 36,80C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80 mmHg.
    5. Sistem kardiovaskuler:
  • Inspeksi: keadaan umum terlihat baik
  • Palpasi: Tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.
  • Perkusi: Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.
  • Auskultasi: Irama jantung teratur, tidak ada suara lain menyertai.
  1. Sistem pernafasan:
  • Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, pergerakan otot dada (-)
  • Palpasi: Tidak ada pembesaran abnormal, iktus kordis teraba.
  • Perkusi: Suara paru ka/ki sama dan seimbang
  • Auskultasi: Suara pekak, redup, wheezing (-)
  1. Sistem integumen
    Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (+), dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit baik.
  2. Sistem perkemihan
    Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari, jumlah baias (K100 cc). Ngompol (-)
  3. Sistem muskuloskletal
    ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-), kemampuan menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.


     
  4. Sistem endokrin
    Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar.
  5. Sistem immune
    Klien mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
  6. Sistem gastrointestinal
    Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti ditambah dengan kadang – kadang minum kopi. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan pendamping wisma tanpa keluhan mual. Klien mengatakan tinggal di panti membuatnya makan teratur 3x/hari dengan snack 2x/hari dan tambahan susu, teh atau kopi sehingga klien merasakan badannya lebih gemuk semenjak tinggal di panti. BB sekarang: 33 kg, keadaan gigi klien: sudah ompong semuanya, klien mengatakan tidak ada kesulitan menelan an mengunyah makanan.
  7. Sistem reproduksi
    Klien mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti menstruasi lebih kurang 30 tahun yll.
  8. Sistem persyarafan
    Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-), bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup aik.
    Keadaan mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur tetapi klien mampu pergi ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau menggunakan tongkat dan klien juga mampu mengikuti kegiatan senam dengan baik. IOL (+), hiperemis (+). Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr. Kemampuan pendengaran agak menurun sehingga lawan bicara harus berbicara agak keras supaya klien mendengar.

     
  1. Status kognitif/afektif/sosial
    1. Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10, fungsi intelektual utuh.
    2. Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari fungsi mental dalam keadaan baik.
    3. Inventaris depresi beck, dengan skor: 3 pada keraguan – raguan, kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda – tanda depresi pada klien.
    4. Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam kedaan normal.
  2. Data penunjang
    Hasil pemeriksaan gluko test (-)


     

3.1.2 Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.















2.













3.
DS:
-    Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.
-    Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
-    Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.

DO:
-    Mata kiri berair, hiperemis(+)
-    IOL (+)


DS:
-    Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
-    Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.

DO:
-    Sekret pada mata kiri (+).
-    Mata kiri berair(+)
-    Riwayat post op katarak 16 hari yll.

DS:
-    Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
-    Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.

DO:
-    Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
-    Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.

Interupsi pembedahan katarak pada mata kiri.













Peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.











Keterbatasan penglihatan.
Nyeri















Resiko infeksi














Resiko cidera

3.1.3 Perumusan Masalah


  1. Nyeri
  2. Resiko infeksi
  3. Resiko cidera


3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan

3.2.1 Diagnosa Keperawatan
  1.     Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:

  • Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.
  • Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
  • Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:

  • Mata kiri berair, hiperemis(+)
  • IOL (+)


  1. Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:

  • Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
  • Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.
DO:

  • Sekret pada mata kiri (+).
  • Mata kiri berair(+)
  • Riwayat post op katarak 16 hari yll.


  1. Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:
DS:

  • Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
  • Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:

  • Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
  • Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.


3.2.2 Proritas Keperawatan
  1. Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:

  • Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.
  • Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.
  • Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:

  • Mata kiri berair, hiperemis(+)
  • IOL (+)


2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:
  • Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
  • Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan kotoran.
DO:

  • Sekret pada mata kiri (+).
  • Mata kiri berair(+)
  • Riwayat post op katarak 16 hari yll.


  • Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:
    DS:

    • Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.
    • Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.
    DO:

    • Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
    • Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.


3.3 Perencanaan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Evaluasi
1.









































2.








































3.

Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri.






































Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.



































Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan.


Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, nyeri berkurang ditandai dengan:
-    Nyeri berkurang.
-    Istirahat tidur tercukupi K8 jam.
-    Mata tidak berair dan tidak merah.






























Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
-    Penyembuhan luka insisi tanpa infeksi.
-    Kemerahan (-)
-    Edema kelopak mata (-)
-    Drainase pada kelopak mata (-)
-    Materi purulen (-)
-    Peningkatan suhu tubuh (-)
























Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, cidera tidak terjadi ditandai dengan:
-    Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.

·  Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif dengan tidur dalam posisi ½ duduk.

·  Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
-          Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
-          Distraksi
-          Latihan relaksasi
·         Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.

·         Observasi nyeri terutama bila disertai mual.


·         Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari aktifitas berikut:
-          Berbaring pada sisi yang dioperasi
-          Membungkuk melewati pinggang
-          Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
-          Mandi
-          Mengedan selama defekasi

·         Tingkatkan penyembuhan luka:
-          Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
·         Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
-          Cuci tangan sebelum memulai
-          Pegang alat penetes agak jauh dari mata
-          Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
·         Kaji tanda dan gejala infeksi:
-          Kemerahan, edema pada kelopak mata
-          Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
-          Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
-          Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
-          Peningkatan suhu
-          Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas positif)
·         Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung mata pada malam hari).

·         Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya:
-          Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
-          Pastikan pintu dan laci tertutup atau terbuka dengan sempurna.
·         Tinggikan tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.

·         Membantu memberikan kenyamanan dan mengurangi tekanan pada bola mata.



·         Beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.








·         Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada klien.


·         Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.

·         Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.


·         Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan


·         Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.













·         Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.


















·         Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk mikroorganisme.






·         Gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata dapat mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan edalaman persepsi.



·         Tindakan ini dapat mengurangi resiko terjatuh.



Klien melaporan adanya pengurangan nyeri yang progresif ditandai dengan:
-    Nyeri berkurang.
-    Istirahat tidur tercukupi K8 jam.
- Mata tidak berair  dan tidak merah.




























Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
-    Kemerahan (-)
-    Edema kelopak mata (-)
-    Drainase pada kelopak mata (-)
-    Materi purulen (-)
-    Peningkatan suhu tubuh (-)




























Cidera tidak terjadi. Klien tidak mengalami cidera atau trauma jarigan selama dirawat.




3.4 Implementasi
Waktu/tgl
Implementasi
Evaluasi
4 – 12 – 2001
09.00








5 – 12 – 2001
09.30











5 – 12 – 2001
11.00









5 – 12 – 2001
12.30




6 – 12 – 2001
09.00


·         Memberikan HE pentingnya:
-          Pembatasan aktifitas.
-          Asupan gizi dan minum yang memadai (makan 1 porsi habis).
-          Mengurangi paparan terhadap sinar matahai atau kontak langsung dengan benda alergen.

·         Mengevaluasi lingkungan kamar tidur klien:
-          Penempatan benda – benda di meja.
-          Kebersihan lantai kamar.
-          Memasang gorden untuk mengurangi paparan terhadap snar matahari.





·         Mengajarkan teknik perawatan kebersihan mata:
-          Cara membersihkan sekret.
-          Cara meneteskan obat tetes mata.
-          Menggunakan pelindung mata bila keluar wisma di siang hari.


·         Mengatur posisi tidur klien berbaring ke sisi mata yang tidak dioperasi.


·         Melatih relaksasi untuk mengurangi rasa sakit pada mata kiri.
·         Klien kooperatif.
·         Klien berjanji akan selalu mengahbiskan porsi makanannya.Klien banyak bertanya tentang nyeri yang dirasakannya.


·         Klien marapikan meja kecil di samping tempat tidur.
·         Klien menata barang – barang (gelas, piring, sendok) di atas tempat tidur.
·         Gorden telah terpasang.
·         Lantai kamar disapu dan dipel oleh petugas.

·         Klien bersemangat belajar memebrsihkan sekret mata.Klien dapat meneteskan obat tetes mata sendiri dibantu oleh teman sekamarnya.
·         Klien sudah punya kacamata pelindung sinar matahari.

·         Klien berbaring ke posisi sebelah kanan, kadang berganti posisi dengan semi fowler.

·         Klien tampak kesulitan mengikuti instruksi, tetapi mau mencoba unutk berlatih.






3.5 Evaluasi


No 
Diagnosa Keperawatan 
Evaluasi 
1.



2.




3.
Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri.







Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak.








Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan.


 
S: Klien mengatakan nyeri pada mata kiri sudah agak berkurang, klien sudah dapat istirahat dengan baik.
        O: Mata berair (-), kemerahan (-)

        A: Masalah teratasi sebagian.

P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan koordinasi dengan pendamping wisma.

S: Klien mengatakan matanya sudah tidak panas lagi,berair (-)
O: mata berair (-), kemerahan (-), sekret (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan koordinasi dengan pendamping wisma.




S: Klien mengatakan penglihatannya sudah lebih terang.
O: Klien berjalan ke luar wisma tanpa dibimbing dan tanpa memakai tongkat.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan koordinasi dengan pendamping wisma.

    BAB 4
    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada indivdu atau sekleompok lansia dalam konteks peran perawat sebagai penerima asuhan keperawatan yang diberikan secara profesional.
    Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha "Bahagia" Magetan dari tanggal 03 – 07 Deseber 2001, mahasiswa diberikan tanggung jawab untuk membina satu orang klien lansia yang memiliki masalah kesehatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi guna mengetahui perkembangan kesehatan klien lansia secara komprehensif.


    4.2 Saran

    1. Bagi institusi pengelola Panti Sosial Tresna Werdha "Bahagia" Magetan.
      Agar seoptimal mungkin menerapkan konsep pemikiran yang telah disepakati guna meningkatkan fungsi dan peran panti secara optimal.
    2. Bagi pembimbing PSIK FK Unair Surabaya
      Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya guna membantu mahasiswa menjalani proses praktek keperawatan gerontik dengan lebih baik sesuai target pencapaian yang ingin diraih.
    3. Bagi mahasiswa sendiri
      Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna mnegembangkan konsep asuhan keperawatan gerontik secara optimal.

    DAFTAR PUSTAKA


    Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit Unair. Surabaya

    Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.

    Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

    Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company. Boston

    Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta

    Depsos RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta

    ...........(1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I. Depkes Ri. Jakarta

    ...........(1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan II. Depkes Ri. Jakarta

    Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

    Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta

    Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

    Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

    SATUAN ACARA PENYULUHAN


    Materi        : Perawatan Mata Post Operasi Katarak
    Sasaran        : Ibu Jaikem
    Waktu        : 30 menit
    Tempat    : Wisma Pandu, PSTW "Bahagia" Magetan



    • Analisis Situasi
      Klien Ibu Jaikem riwayat operasi katarak pada mata kiri 16 hari yang lalu. Pada saat pengkajian Ibu jaikem mengeluh mata kiri terasa nyeri menyebar sampai ke kepala dan terasa panas. Mahasiswa juga melihat adanya penumpukan sekret pada mata kiri post op, mata kemerahan (+), keterbatasan penglihatan (+) lk. 50 meter.

       
    • Latar Belakang
      Katarak merupakan suatu penyakit akibat kekeruhan pada lensa yang mengakibatkan terjadinya penurunna fungsi penglihatan secara progresif. Pada lanjut usia masalah penyakit katarak merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi pada klien. Untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan klien sehingga klien dapat seaksimal mungkin memenuhi kebutuhan aktivitas dan pemenuhan kebutuhan sehari – hariinya secara mandiri, maka perlu kiranya dilakukan suatu pendidikan kesehatan agar klien dapat memahami pentingnya melakukan perawatan mata post operasi serta mampu melakukan perawatan mata post operasi secara mandiri.

       
    • Tujuan
      3.1 Tujuan umum

          Agar klien mampu melakukan perawatan mata post operasi secara mandiri.

      3.2 Tujuan khusus

      a) Klien mampu memahami pentingnya melakukan perawatan mata post operasi secara teratur.
      • Klien mampu mengenal pembatasan aktifitas yang sementara harus diperhatikan.
      • Klien mampu melakukan perawatan mata secara mandiri.


    1. Materi
      4.1 Tujuan perawatan mata post operasi

      4.2 Pembatasan aktifitas sementara

      4.3 Teknik perawatan mata post operasi


       
    2. Metode
      Diskusi dan tanya jawab.


       
    3. Kegiatan
    No 
    Tahap kegiatan 
    Kegiatan 
    1.


    2.





    3. 
    Pembukaan (5')

    Isi dan pengembangan (15')




    Penutup (10') 
    • Menyampaikan salam.
    • Mengingatkan kontrak kemarin untuk mengadakan kegiatan diskusi.
    • Menyampaikan tujuan kegiatan.

    • Menjelaskan tujuan perawatan mata post operasi
    • Menjelaskan pembatasan aktifitas sementara yang harus dilakukan klien
    • Memberi kesempatan untuk bertanya.
    • Mengajarkan teknik perawatan mata post operasi secara sederhana.
    • Memberi kesempatan redemonstrasi

    • Memberi kesempatan bertanya.
    • Menyimpulkan kegiatan bersama klien.
    • Menutup kegiatan denagn ucapan salam.

    1. Evaluasi
      Evaluasi dilaksanakan secara lisan dan redemonstrasi.
    2. Daftar Pustaka
      Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
      Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
      Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
      Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company. Boston
      Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

      Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
      Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
      Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
      Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
      Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
      Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta









    Lampiran Materi



    PERAWATAN MATA POST OPERASI KATARAK
    BAGI KLIEN LANSIA DENGAN KATARAK



    • Tujuan perawatan mata post operasi katarak
    1. Mencegah terjadinya resiko infeksi akibat interupsi pembedahan pada mata yang katarak.
    2. Meningkatkan kemampuan penglihatan secara optimal.
    3. Menunjang pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari – hari secara mandiri.

    • Pembatasan aktifitas sementara bagi klien post operasi katarak
    1. Berbaring atau tidur pada sisi yang dioperasi
    2. Mengangkat beban berat > 10 kilogram
    3. Membungkuk melewati pinggang.
    4. Mandi keramas
    5. Mengedan
    6. Melakukan pijatan atau memijat.
    7. Mengucek – ucek atau menggosok – gosok mata.
    8. Terpapar sinar matahari secara langsung.

    • Teknik perawatan mata post operasi katarak secara sederhana
    1. Alat dan bahan yang diperlukan:
    • Air hangat kuku dalam tempat yang bersih.
    • Boorwater kalau ada.
    • Kapas bersih
    • Handuk bersih
    • Obat salp mata


    1. Persiapan sebelum melakukan perawatan mata
    • Cuci tangan sebelum melakukan perawatan mata.
    • Rapikan rambut agar tidak mengenai mata


    1. Cara perawatan mata secara sederhana
    • Basahi kapas dengan air hangat atau boorwater, peras sedikit supaya kapas tidak terlalu basah.
    • Usapkan kapas secara perlahan – lahan kepada mata yang akan dibersihkan dengan cara mengusap dari bagian dalam mata ke arah luar dengan sekali usapan. Bila kapas dirasa telah kotor, ganti dengan yang baru,
    • Setelah bersih, keringkan mata dengan cara mengusap perlahan – lahan dengan handuk bersih atau dengan cara menekan – nekan secara perlahan – lahan serta kelopak mata menutup.
    • Beri obat salp mata, tunggu sampai meresap.
    • Hindari dari paparan sinar matahari langsung atau dari zat alergen lain.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar